Deskripsi Esensi dan Urgensi Demokrasi Pancasila Part 3
c. Penerapan Demokrasi dalam Pemilihan Pemimpin
Politik dan Pejabat Negara
Seorang wanita tua
menghadap Sultan Sulaiman al-Qanuni untuk mengadu bahwa tentara sultan mencuri
ternak dombanya ketika dia sedang tidur. Setelah mendengar pengaduan itu,
Sultan Sulaiman berkata kepada Wanita itu, “Seharusnya kamu menjaga ternakmu
dan jangan tidur”. Mendengar perkataan tersebut wanita tua itu mejawab, “Saya
mengira baginda menjaga dan melindungi kami sehingga aku tidur dengan aman”
(Hikmah Dalam Humor, Kisah, dan Pepatah, 1998).
Kisah di atas
menunjukkan contoh pemimpin yang lemah, yakni pemimpin yang tidak mampu
melindungi rakyatnya. Seorang pemimpin memang harus yang memiliki kemampuan
memadai, sehingga ia mampu melindungi dan mengayomi rakyatnya dengan baik. Oleh
karena itu, seorang pemimpin harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Berdasarkan
sistem demokrasi yang kita anut seorang pemimpin itu harus beriman dan bertawa,
bermoral, berilmu, terampil, dan demokratis.
Simaklah dengan
seksama, sebuah kisah tentang bagaimana karakter seorang pemimpin dibawah ini:
a.
Beriman
dan bertaqwa
Pada suatu ketika Khalifah sedang melakukan perjalanan mengamati
kehidupan rakyatnya ke pelosok-pelosok kampung. Di perjalanan beliau bertemu
dengan seorang anak penggembala kambing yang sedang menggembalakan
kambing-kambingnya di padang rumput yang hijau. Kalifah mendekati anak itu
seraya berkata, “Nak, bolehkah Bapak membeli seekor kambing gembalaanmu”, ujar
Khalifah. Anak itu lalu menjawab, “tidak bisa Pak, kambing ini bukan milik saya,
kambing-kambing ini milik majikan saya”, ujar anak itu. Sang Khalifah tambah
penasaran, lalu beliau menegaskan akan hasratnya untuk membeli seekor kambing
gembalaan anak tersebut.
“Nak, kambing gembalaanmu amat banyak, maka jika hanya seekor saja kamu
jual, majikanmu tidak mungkin mengetahuinya. Kalaupun nantinya majikanmu tahu
juga ada seekor kambing miliknya yang hilang, maka katakan saja diterkam
serigala”, ujar Khalifah meyakinkan anak itu. Tanpa diduga sedikit pun oleh
Khalifah, anak itu lantas menjawab, “Pak, sekalipun majikan saya tidak akan
mengetahui seekor kambing miliknya telah saya jual, apakah Allah juga tidak
akan mengetahui perbuatan saya itu?”, jawab anak itu sambil menatap wajah
Khalifah dengan sorot mata yang amat tajam.
Tidak kuasa menahan rasa haru,
Sang Khalifah membalikkan badannya membelakangi anak tersebut sambil mengusap
wajahnya yang dibasahi air mata keharuan. Khalifah amat kagum, seorang anak
penggembala, yang oleh kebanyakan orang dianggap hina, ternyata menunjukkan
keimanan yang amat kukuh. Lalu Sang Khalifah membalikkan badannya dan merangkul
anak itu yang masih terkaget-kaget menyaksikan kejadian tersebut. Baru setelah
Khalifah itu memperkenalkan dirinya, anak gembala itu pun menyadarinya bahwa
yang mendekap dirinya itu adalah Sang Penguasa Negerinya, yakni Khalifah Umar
Bin Khatab.
Berdasar cerita di atas, bagaimana sebaiknya sikap seseorang yang
memperoleh kepercayaan sebagai pemimpin? Sikap terbaik jika memperoleh
kepercayaan adalah mensyukurinya, sebab selain tidak banyak orang yang
memperoleh kepercayaan seperti itu, juga pada hakikatnya merupakan nikmat dari
Tuhan.
Salah satu cara untuk bersyukur adalah selalu ingat akan tugas
kepemimpinan yang diembannya, yakni memimpin umat mencapai tujuan dengan ridha
Tuhan. Apabila ia beriman dan bertakwa maka tugas-tugas kepemimpinannya itu
akan disyukuri sebagai amanah dan sebagai kewajiban mulia agar mampu
dilaksanakan dengan baik.
b.
Bermoral
Di bawah Sultan Agung, Mataram berhasil
mengangkat dirinya sebagai kerajaan yang mampu mengobrak-abrik kesombongan
Kompeni. Hampir seluruh tanah Jawa dapat disatukan. Kekuasaannya menjangkau ke
Sumatra, yakni Palembang dan Jambi, serta ke Kalimantan, yakni Banjarmasin.
Namun, setelah Sultan Agung wafat, wibawa Mataram mulai melorot. Tahun 1645 Sultan
Agung meninggal dunia dan dimakamkan di Imogiri, dekat Yogyakarta. Tahun itu
juga, putranya, Pangeran Aria Prabu Adi Mataram, dinobatkan menjadi raja dengan
gelar Sultan Amangkurat I.
Berbeda dari sifat ayahnya, Amangkurat I lebih
suka hidup berfoya-foya. Kesempatan sebagai penguasa dimanfaatkan untuk meneguk
kemewahan dan kesenangan. Kompeni Belanda yang dahulu dibenci ayahandanya,
malah dirangkulnya. Kompeni Belanda dengan kekuatan dan kekayaannya telah
memberikan berbagai keindahan dunia berupa minuman keras dan benda-benda
perhiasan yang memabukkan.
Untuk mengamankan kekuasaannya, Amangkurat I
menjalin perjanjian dengan Kompeni. Supaya aman ia harus membungkam orang atau
para tokoh yang dianggapnya berbahaya. Adik kandungnya, Pangeran Alit, dibinasakannya.
Iparnya, bupati Madura, Cakraningrat I, juga mengalami nasib yang sama. Yang
lebih mengerikan adalah tindakannya sesudah selirnya yang tercantik, Ratu
Malang, meninggal secara mendadak. Ia menuduh, kematian itu akibat diracun oleh
salah seorang atau beberapa selir saingannya. Maka sebanyak 43 orang selir yang
berusia masih muda-muda dibinasakan hanya dalam waktu sehari saja. Dan, atas
tuduhan yang tidak berdasar, segenap keluarga Pangeran Pekik, nenek Adipati
Anom, anaknya, juga dibinasakan sampai tidak tersisa.
Tentu saja keresahan mulai merebak.
Ketidakpuasan berkembang subur. Suara-suara ketidakdilan makin bermunculan.
Menurut para penasihat raja, suasana seperti itu akan berbahaya jika dibiarkan
merebak. Maka harus dicari penyelesaiannya yang cepat dan tuntas. Dibisikkan
kepada Amangkurat I, para ulamalah yang bertanggung jawab atas semua
ketidaktenangan itu. Merekalah yang paling gigih meneriakkan tuntutan kebenaran
dan kejujuran. Jadi, para ulama yang dinilai sangat keras hati perlu dibinasakan.
Terjadilah kemudian malapetaka itu. Sebanyak
6.000 orang ulama tidak berdosa dikumpulkan di lapangan, dan dibantai hanya
dalam tempo satu jam. Dengan demikian, Amangkurat I merasa bebas merdeka untuk
berjabat tangan dan berpelukan mesra dengan Kompeni Belanda. Tidak ada lagi
yang berani menegur atau menasihatinya.
Namun, tidak semua bangsawan menyetujui
tindakan sewenang-wenang itu.
Masih banyak kaum ningrat yang menyatu dengan
rakyat. Tekad pun menyatu. Tekad rakyat, tekad para menak, tekad para penegak
keadilan, semua menyatu, menjadi semangat perlawanan terhadap kezaliman dan
kesewenang-wenangan.
Bangkitlah seorang pemuda dari lingkungan
istana Cakraningrat I. Ia bernama Trunojoyo, cucu Prabu Cakraningrat I dari
Madura. Dengan semangat memperjuangkan kebenaran dan melawan kelaliman,
Trunojoyo mengobarkan pemberontakan, dibantu oleh Karaeng Galesong dari
Makasar. Trunojoyo beserta pasukannya berjaya memasuki Mataram. Amangkurat I
melarikan diri menyusuri pantai Jawa, akhirnya meninggal dunia di Tegal Arum
dalam keadaan nista dan sengsara. (Dikutip dari: 30 Kisah Teladan, 1991).
Dari kisah
tersebut di atas apakah Anda berpendapat bahwa Amangkurat I merupakan seorang
pemimpin yang baik?
Apakah
memiliki kualitas moral yang baik?
Bagaimana
jika seorang pemimpin, kualitas moralnya buruk? Apa yang akan terjadi?
Mari kita perhatikan pengertian moral yang kita maksudkan. Moral adalah
ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap,
kewajiban, dan sebagainya. Istilah lain untuk moral adalah akhlak, budi
pekerti, susila. Bermoral berarti mempunyai pertimbangan baik buruk. Pemimpin
yang bermoral berarti pemimpin yang berakhlak baik.
Bagi kita yang terpenting adalah mampu mengambil hikmah dari sejumlah
kejadian yang menimpa para pemimpin yang lalim dan tidak bermoral itu. Sejarah
mencatat semua pemimpin yang zalim dan tidak bermoral tidak mendatangkan
kesejahteraan bagi rakyatnya. Sedang ia sendiri di akhir hayatnya memperoleh
kehinaan dan derita. Amangkurat I, misalnya meninggal di tempat pelarian dengan
amat mengenaskan. Raja Louis XVI raja yang amat “tiran” dari Prancis, mati
di-guillotine (pisau pemotong hewan) oleh massa, Adolf Hitler seorang diktator
dari Jerman meninggal dengan cara meminum racun. Oleh karena itu, tidak ada
guna dan manfaatnya sama sekali dari seorang pemimpin yang demikian itu.
Jadilah pemimpin yang bermoral, berakhlak, dan berbudi pekerti luhur yang dapat
memberi kemaslahatan bagi rakyat. Syarat lain bagi seorang pemimpin adalah
berilmu, terampil, dan demokratis
Terimakasih Sudah Meluangkan Waktu Berkunjung Di Blog Ini 😁
EmoticonEmoticon