Setelah kita
menelusuri konsep identitas nasional menurut sumber historis, sosiologis, dan
politis, apakah tantangan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini?
Coba perhatikan
sejumlah kasus dan peristiwa dalam kehidupan sehari-hari seperti berikut ini:
- Lunturnya nilai-nilai luhur dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara (contoh: rendahnya semangat gotong royong, kepatuhan hukum, kepatuhan membayar pajak, kesantunan, kepedulian, dan lainlain)
- Nilai –nilai Pancasila belum menjadi acuan sikap dan perilaku sehari-hari (perilaku jalan pintas, tindakan serba instan, menyontek, plagiat, tidak disiplin, tidak jujur, malas, kebiasaan merokok di tempat umum, buang sampah sembarangan, dan lain-lain)
- Rasa nasionalisme dan patriotisme yang luntur dan memudar (lebih menghargai dan mencintai bangsa asing, lebih mengagungkan prestasi bangsa lain dan tidak bangga dengan prestasi bangsa sendiri, lebih bangga menggunakan produk asing daripada produk bangsa sendiri, dan lain-lain)
- Lebih bangga menggunakan bendera asing dari pada bendera merah putih, lebih bangga menggunakan bahasa asing daripada menggunakan bahasa Indonesia.
- Menyukai simbol-simbol asing daripada lambang/simbol bangsa sendiri, dan lebih mengapresiasi dan senang menyanyikan lagu-lagu asing daripada mengapresiasi lagu nasional dan lagu daerah sendiri.
Tantangan
dan masalah yang dihadapi terkait dengan Pancasila telah banyak mendapat
tanggapan dan analisis sejumlah pakar. Seperti Azyumardi Azra (Tilaar, 2007),
menyatakan bahwa saat ini Pancasila sulit dan dimarginalkan di dalam semua
kehidupan masyarakat Indonesia karena:
- Pancasila dijadikan sebagai kendaraan politik;
- Adanya liberalisme politik; dan
- Lahirnya desentralisasi atau otonomi daerah.
Menurut
Tilaar (2007), Pancasila telah terlanjur tercemar dalam era Orde Baru yang
telah menjadikan Pancasila sebagai kendaraan politik untuk mempertahankan
kekuasaan yang ada. Liberalisme politik terjadi pada saat awal reformasi yakni
pada pasca pemerintahan Orde Baru. Pada saat itu, ada kebijakan pemerintahan
Presiden Habibie yang menghapuskan ketentuan tentang Pancasila sebagai
satu-satunya asas untuk organisasi kemasyarakatan termasuk organisasi partai
politik.
Sedangkan,
lahirnya peraturan perundangan tentang desentralisasi dan otonomi daerah
seperti lahirnya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 yang diperbaharui menjadi
Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah telah berdampak positif
dan negatif. Dampak negatifnya antara lain munculnya nilai-nilai primordialisme
kedaerahan sehingga tidak jarang munculnya rasa kedaerahan yang sempit.
Bagaimana
upaya menyadarkan kembali bangsa Indonesia terhadap pentingnya identitas
nasional dan memfasilitasi serta mendorong warga negara agar memperkuat
identitas nasional?
Disadari
bahwa rendahnya pemahaman dan menurunnya kesadaran warga negara dalam bersikap
dan berperilaku menggunakan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara khususnya pada era reformasi bangsa Indonesia bagaikan berada dalam
tahap disintegrasi karena tidak ada nilai-nilai yang menjadi pegangan bersama.
Padahal bangsa Indonesia telah memiliki nilainilai luhur yang dapat dijadikan
pegangan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, yakni
Pancasila. Warisan agung yang tak ternilai harganya dari para the founding
fathers adalah Pancasila.
Bagaimana
strategi yang Anda dapat tawarkan/usulkan untuk memahami, menghayati, dan
mengamalkan Pancasila?
Selanjutnya,
tentang luntur dan memudarnya rasa nasionalisme dan patriotisme perlu mendapat
perhatian.
Apa yang
menjadi penyebab masalah ini? Apabila orang lebih menghargai dan mencintai
bangsa asing, tentu perlu dikaji aspek/bidang apa yang dicintai tersebut.
Bangsa Indonesia perlu ada upaya yakni membuat strategi agar apa yang dicintai tersebut
beralih kepada bangsa sendiri.
Demikian pula, apabila orang Indonesia lebih
mengagungkan prestasi bangsa lain dan tidak bangga dengan prestasi bangsa
sendiri, sebenarnya sesuatu yang aneh. Hal ini perlu ada upaya dari generasi
baru bangsa Indonesia untuk mendorong agar bangsa Indonesia membuat prestasi
yang tidak dapat dibuat oleh bangsa asing.
Demikian
pula, apabila orang Indonesia lebih bangga menggunakan produk asing daripada produk
bangsa sendiri, hendaknya bangsa Indonesia mampu mendorong semangat
berkompetisi. Intinya, bangsa Indonesia perlu didorong agar menjadi bangsa yang
beretos kerja tinggi, rajin, tekun, ulet, tidak malas, serta menjunjung tinggi
nilai kejujuran.
Semua nilai-nilai tersebut telah tercakup dalam Pancasila sehingga pada akhirnya semua permasalahan akan terjawab apabila bangsa Indonesia mampu dan berkomitmen untuk mengamalkan Pancasila.
Semua nilai-nilai tersebut telah tercakup dalam Pancasila sehingga pada akhirnya semua permasalahan akan terjawab apabila bangsa Indonesia mampu dan berkomitmen untuk mengamalkan Pancasila.
Bagaimana menghadapi
tantangan terkait dengan masalah kecintaan terhadap bendera negara merah putih,
pemeliharaan bahasa Indonesia, penghormatan terhadap lambang negara dan simbol
bangsa sendiri, serta apresiasi terhadap lagu kebangsaan?
Pada
hakikatnya, semua unsur formal identitas nasional, baik yang langsung maupun
secara tidak langsung diterapkan, perlu dipahami, diamalkan, dan diperlakukan
sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku. Permasalahannya terletak
pada sejauh mana warga negara Indonesia memahami dan menyadari dirinya sebagai
warga negara yang baik yang beridentitas sebagai warga negara Indonesia.
Oleh
karena itu, warga negara yang baik akan berupaya belajar secara berkelanjutan
agar menjadi warga negara bukan hanya baik tetapi cerdas (to be smart and good
citizen).
Terimakasih Sudah Meluangkan Waktu Berkunjung Di Blog Ini 😁
EmoticonEmoticon