Sejarah Pendidikan Holistik
Lahirnya pendidikan holistik sejatinya adalah merupakan suatu respon yang
bijaksana atas ekologi, budaya, dan tantangan moral pada abad ini, yang
bertujuan untuk mendorong para kaum muda sebagaigenerasi penerus untuk dapat
hidup dengan bijaksana dan bertanggung jawab dalam suatu masyarakat yang saling
pengertian dan secara berkelanjutan ikut serta berperan dalam pembangunan
masyarakat.
Persoalan ekologi, budaya, dan tantangan moral pada abad ini itu tentu
tidak bisa dipisahkan dari persoalan dan kegagalan paradigma Cartesian
Newtonian dalam menjawab berbagai tantangan dan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi dewasa ini serta berbagai problema krusial yang
diakibatkannya.
Secara historis, paradigma pendidikan holistik sebetulnya bukan hal yang
baru. Ada banyak tokoh klasik perintis pendidikan holistik, di antaranya: Jean
Rousseau, Ralph Waldo Emerson, Henry Thoreau, Bronson Alcott, Johan Pestalozzi,
Friedrich Froebel dan Francisco Ferrer.
Beberapa tokoh lainnya yang dianggap sebagai pendukung pendidikan
holistik, adalah Rudolf Steiner, Maria Montessori, Francis Parker, John Dewey,
John Caldwell Holt, George Dennison Kieran Egan, Howard Gardner, Jiddu
Krishnamurti, Carl Jung, Abraham Maslow, Carl Rogers, Paul Goodman, Ivan
Illich, dan Paulo Freire.
Pemikiran dan gagasan inti dari para perintis pendidikan holistik sempat
tenggelam sampai dengan terjadinya loncatan paradigma kultural pada tahun
1960-an. Memasuki tahun 1970-an mulai ada gerakan untuk menggali kembali
gagasan dari kalangan penganut aliran holistik. Gerakan itu muncul sebagai
akibat dari keprihatinan terhadap krisis ekologis, dampak nuklir, polusi kimia, dan
radiasi, kehancuran keluarga, hilangnya masyarakat tradisional, hancurnya
nilai-nilai tradisional serta institusinya.
Kemajuan yang signifikan terjadi ketika dilaksanakan konferensi pertama
pendidikan Holistik Nasional yang diselenggarakan oleh Universitas California
pada bulan Juli 1979, dengan menghadirkan The Mandala Society dan The National
Center for the Exploration of Human Potential.
6 tahun kemudian, para penganut pendidikan holistik mulai memperkenalkan
tentang dasar pendidikan holistik dengan sebutan 3R’s, akronim dari
relationship, responsibility, dan reverence. Berbeda dengan pendidikan pada
umumnya, dasar pendidikan 3R’s ini lebih diartikan sebagai writing, reading dan
arithmetic atau di Indonesia dikenal dengan sebutan calistung (membaca, menulis
dan berhitung).
Akhir-akhir ini gagasan pendidikan holistik telah mendorong terbentuknya
model-model pendidikan alternatif, yang mungkin dalam penyelenggaraannya sangat
jauh berbeda dengan pendidikan pada umumnya.
Muncul konsep atau teori yang
berbasis kuantum dalam dunia pendidikan yang akhir-akhir ini dikenal dengan
istilah model quantum teaching and learning, axelerated learning, Integrated
Learning, emotional intelegent, spiritual intelegent, dsb.
Semua itu
adalah merupakan konsekuensi dari upaya untuk menjawab danketidakpuasan dengan
konsep dan teori-teori pendidikan yang berlandaskan paradigma Cartesian-Newtonian.
Terimakasih Sudah Meluangkan Waktu Berkunjung Di Blog Ini 😁
EmoticonEmoticon