Contoh Makalah Kelompok Studi Mahasiswa (Studies Club) Dan Perhimpunan Indonesia

Tags

Berikut ini kami sajikan contoh makalah yang berjudul tentang Kelompok Studi Mahasiswa (Studies Club) Dan Perhimpunan Indonesia. Untuk lebih jelasnya mari kita simak ulasannya berikut ini:

KELOMPOK STUDI MAHASISWA (STUDIES CLUB)
DAN
PERHIMPUNAN INDONESIA

Studi Mahasiswa (Studies Club) Dan Perhimpunan Indonesia


MAKALAH
Diajukan Untuk Menempuh Mata Kuliah Sejarah Pergerakan Indonesia
yang Diampu Oleh Kuswono, M.Pd.

Disusun Oleh :
1. EKA CAHYATI 13220003
2. HENDRI SETIAWAN 13220005
3. LEONARDUS BAGUS S. 13220035

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami haturkan kepada Allah SWT karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya, makalah ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.

Makalah ini kami buat dalam pemenuhan tugas Sejarah Pergerakan Indonesia. Selain itu, juga berguna dalam memberikan pemahaman dan menambah pengetahuan kepada pembaca tentang “Kelompok studi mahasiswa (studies club) dan Perhimpunan Indonesia”. Sehingga, hal tersebut menambah pengetahuan kami menjadi lebih luas lagi.

Kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Demikian yang dapat kami sampaikan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Metro, ..................

Penyusun



DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN
A. Latar  Belakang Terbentuknya Perhimpunan Indonesia
B. Perhimpunan Indonesia dan Pengaruh Tokoh Indische Partij
C. Pola Perjuangan Perhimpunan Indonesia di Negeri Penjajah

BAB III KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang


Dengan adanya mahasiswa yang belajar di Belanda, maka membuat Indonesia memiliki kaum intelektual yang dapat membawa perubahan bagi bangsa Indonesia. Mahasiswa tersebut membentuk sebuah organisasi yang disebut dengan perhimpunan Indonesia. Awalnya Perhimpunan Indonesia dibentuk karena adanya rasa persatuan dan keinginan saling menolong, dimana mahasiswa Indonesia merasa memiliki keadaan yang sama berada di negara asing.

Sehingga, dapat dikatakan bahwa pada awalnya Perhimpunan Indonesia dibentuk karena adanya rasa kebersamaan. Walaupun demikian, dengan berjalannya waktu membuat Perhimpunan Indonesia ikut dalam dunia politik memperjuangkan kebebasan bangsa Indonesia. Untuk itu, dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai perkembangan Perhimpunan Indonesia.

B. Rumusan Masalah
  1. Apa yang melatarbelakangi terbentuknya Perhimpunan Indonesia?
  2. Apa hubungan antara Perhimpunan Indonesia dan pengaruh tokoh Indische Partij?
  3. Bagaimana pola perjuangan Perhimpunan Indonesia di negeri penjajah?
C. Tujuan Penulisan
  1. Untuk Mengetahui Latar Belakang Terbentuknya Perhimpunan Indonesia
  2. Untuk Mengetahui Hubungan Antara Perhimpunan Indonesia dan Pengaruh Tokoh Indische Partij
  3. Untuk Mengetahui Pola Perjuangan Perhimpunan Indonesia di Negeri Penjajah


BAB II
PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Terbentuknya Perhimpunan Indonesia


Indische Vereeniging didirikan di negeri Belanda oleh para mahasiswa yang sedang menuntut pendidikan di berbagai universitas pada tahun 1908. Tujuan awalnya adalah untuk memajukan kepentingan-kepentingan bersama dari orang-orang yang berasal dari Indonesia, maksudnya orang-orang pribumi dan non pribumi bukan Eropa, di Negeri Belanda dan hubungan dengan Indonesia. Mulanya organisasi ini hanya bersifat organisasi sosial. (Bobby.”Perhimpunan Indonesia”.)

Pada awal abad ke-20, di Indonesia belum terdapat universitas atau perguruan tinggi baik negeri maupun swasta untuk itu para pelajar yang telah menyelesaikan tingkat pendidikan menengah atas (AMS, HBS, dan lain-lain) sebagian besar tidak dapat meneruskan lagi. Bagi yang memiliki biaya dapat melanjutkan sekolah ke negeri Belanda, tetapi juga ada yang mendapat biaya dari pemerintah karena memiliki prestasi yang baik. Oleh karena itu, belum ada tujuan politik atau perjuangan untuk mencapai cita-cita nasional.

Tujuan Indische Vereeniging dapat diketahui pada Statuten (Anggaran Dasar) pasal 2 yang berbunyi sebagai berikut:

“Het berorderen der gemeenschappelijke belangen der Indiers is Nederlands en het houden van voeling met Nederlands Indie” Dalam Bahasa Indonesia: memajukan kepentingan bersama dari Indiers di negeri Belanda dan mengadakan hubungan dengan Hindia Belanda.

Tujuan yang tercantum dalam Statuten tersebut, belum secara tegas menunjukkan bentuk organisasi mahasiswa. Akhirnya, diadakan perubahan pada pasal 2 dengan bunyi, sebagai berikut :

“Het gemeeschappelijk gevoel der in Nederland studeerende Indonesiers (perasaan bersatu antara orang-orang Indonesia yang belajar di negeri Belanda). (Sudibyo, 2004:24)

Dengan demikian perubahan tersebut dapat menampung keinginan-keinginan yang akan timbul atau yang akan tercapai. Perasaan-perasaan ingin bersatu antara orang-orang Indonesia yang belajar di negeri Belanda semakin mantap. Selanjutnya, organisasi tersebut lebih nyata dan mempunyai ciri khusus sebagai organisasi yang bersifat perhimpunan mahasiswa.

Perhimpunan Indonesia yang anggotanya terdiri dari berbagai universitas, menunjukkan bahwa organisasi tersebut benar-benar merupakan suatu cetusan perasaan kebersamaan orang-orang Indonesia dalam kehidupan di negeri lain. Perasaan kebersamaan inilah yang menjadi pendorong para mahasiswa untuk membentuk suatu organisasi.

Beberapa para pendiri Indische Vereeniging adalah Soemitro, Soetan Kasajangan Soripada, dan R.M Noto Soeroto. Tetapi tidak boleh dilupakan J.H. Abendanon yang mencoba meningkatkan pendidikan pribumi sebelum 1900, ikut pula membantu dalam pembentukan Indische Vereeniging dan pada tahun 1916 J.H Abendanon menjadi anggota kehormatan.

Hal itu menunjukkan bahwa J.H. Abendanon walaupun bukan kaum pribumi sangat dihargai oleh Indische Vereeniging. Noto Soeroto adalah anggota Indische Vereeniging dan menjadi ketua organisasi itu dari tahun 1911 sampai dengan tahun 1914, tahun 1916 diketuai oleh Loekman Djajadiningrat, Tahun 1921 diketuai oleh Soetomo, pada tahun 1922 diketuai oleh Hermen Kartowisastro yang pada waktu itu juga Indische Vereeniging berubah menjadi Indonesische Vereeniging, tahun 1923 diketuai oleh R.I. Koesoema Soemantri, dan tahun 1926 diketuai oleh Hatta sampai tahun 1930. (Frank Dhont, 2005:31)

Hal ini, akan memperjelas bahwa pada mulanya memang tidak ada tujuan politik tentang berdirinya organisasi mahasiswa di negeri Belanda. Namun, berubah setelah adanya peristiwa-peristiwa ditanah air yang dapat diketahui dan didengar oleh para mahasiswa di negeri Belanda. Hal yang demikian baru terjadi setelah berakhirnya Perang Dunia I (1914-1918). (Sudibyo, 2004:27)

B. Perhimpunan Indonesia dan Pengaruh Tokoh Indische Partij

Kegiatan Perhimpunan Indonesia sebelum tahun 1913. Baru pada abad XIX, pemerintah kolonial Belanda mulai berusaha meningkatkan pendidikan di Hindia Belanda. Pada tahun 1845 Gubernur Jenderal J.C. Baud mengusulkan untuk mendirikan lembaga pendidikan bagi kalangan elit penduduk pribumi, yang baru menjadi kenyataan beberapa tahun kemudian. Pada tahun 1852 Pemerintah Belanda mendirikan sekolah- sekolah pertama untuk guru pribumi dan satu sekolah untuk melatih “juru suntik” (dokter djawa-Schoolen). . (Nagazumi.Akira, 1986:135)

Karena baru ada 20 sekolah dasar untuk anak- anak pribumi pda taun 1854, maka umumnya yang dapat memasuki lembaga pendidikan menengah tersebut di atas, hanyalah mereka yang telah menerima pelajaran privat dari guru- guru Belanda atau mereka yang telah tamat dari Europeese Lagere school ( sekolah dasar eropa) di Hindia Belanda,yang baru setelah tahun 1864 membuka pintu bagi anak- anak pribumi.

Pada tahun 1878 di Jawa telah didirikan sekolah pimpinan pemerintahan (Hoofden-Schoolen). Pada mulanya sekolah ini diperuntukan bagi anak- anak kaum bangsawan (elit), tetapi kemudian menjadi lembaga pendidikan para pegawai pemerintah pribumi atau amtenar (yang di masa itu dikenal sebagai sekolah pangreh praja- red).

Guru, tenaga medis dan pegawai pemerintahan adalah orang- orang yang paling diperlukan oleh pemerintahan kolonial Belanda dan lembaga untuk mendidik tenaga- tenaga ini, merupakan sekolah lanjutan yang paling tinggi tingkatnya di Hindia Belanda.

Sementara sekolah-sekolah kejuruan–hukum, peternakan, pertanian dan dagang- tumbuh seperti jamur dalam dasawarsa- dasawarsa awal abad XX, barulah pada tahun 1920-an pendidikan tingkat universitas mulai diadakan di Hindia Belanda. Dan untuk pendidikan tinggi ini seseorang harus terpaksa keluar negeri, khususnya ke negeri Belanda. Pada tahun 1900 hanya ada lima orang mahasiswa pribumi menuntut pendidikan tinggi di Belanda, tetapi pada tahun 1908 jumlah mahasiswa sudah 23 orang, dan pada tahun yang sama inilah Indische Vereeniging (perhimpunan Hindia) dibentuk. (Nagazumi.Akira,1986:136)

Walaupun dimulai dengan sederhana, perkumpulan ini memiliki arti dalam dua hal. Pertama, ia membuka pintu keanggotaan untuk semua mahasiswa dari Hindia Belanda, tidak seperti Budi Utomo yang sekalipun didirikan pada tahun yang sama, lambat laun menjadi organisasi beranggotakan orang jawa saja. Pilihan kearah ini Indische Vereeniging tidaklah kebetulan, karena pada mulanya beberapa di antara para pendirinya mengusulkan untuk membuat perkumpulan tersebut menjadi cabang Budi Utomo di negeri Belanda.

Tetapi walaupun mayoritas mahasiswa Hindia Belanda di Nederland itu adalah orang jawa, namun usul itu tidak diterima oleh mereka yang berasal dari Sumatera, Minahasa, Maluku,dan yang lainnya. Akibatnya, Indische Vereeniging mampu mengatasi hambatan etnosentrisme. Namun demikian, ternyata masih diperlukan waktu dua dasawarsa bagi para pemimpin nasionalis di Hindia Belanda untuk menjadi sadar akan persatuan nasionalisme Indonesia. (Nagazumi.Akira, 1986:136)

Kedua, Indische Vereeniging bukan hanya sekedar organisasi persahabatan seperti disebut oleh para penulis mengenai sejarah Indonesia modern. Pasal dua dari Anggaran Dasar menetapkan sebagai berikut: “memperbaiki atau meningkatkan kepentingan bersama orang Hindia di negeri Belanda dan memelihara hubungan dengan Hindia Belanda.”

Pada bulan Januari 1909 pengaadilan lokal di kota Leiden mempersoalkan istilah “orang Hindia” (Indier) dan Soemitro, sekretaris organisasi pada waktu itu, harus menghadap untuk memberi penjelasan mengapa perkataan tersebut digunakan dan bukan kata yang lazim dipakai, yaitu “Inlander” (pribumi), walaupun dengan konotasi yang diskriminatif. (Nagazumi.Akira, 1986:137)

Pergerakan dalam bidang sosial itu tidak berlangsung lama karena sejak tahun 1913 mulai diwarnai dalam pergerakan dibidang politik. Kedatangan 3 tokoh Indische Partiij ke negeri Belanda yang dibuang oleh pemerintah kolonial (Cipto Mangunkusumo, R. M Suwardi Suryaningrat, E.F.E. Douwes Dekker) segera mengubah suasana dan semangat Indische Vereeniging. (Sudibyo, 2004:36)

Tokoh Indische Partij tersebut membawa suasana politik ke dalam pikiran tokoh-tokoh Indische Vereeniging. Pengaruh politik itu lebih terlihat lagi setelah datangnya Comite Indie Weerbaar (Panitia Ketahanan Hindia Belanda) yang dibentuk oleh pemerintah kolonial sebagai usaha untuk mempertahankan Indonesia dari ancaman Perang Dunia I. Panitia ini terdiri atas R.Ng. Dwijosewojo (BU), Abdul Muis (SI), dan Kolonel RheMrev seorang Indo-Belanda. Kedatangan tokoh-tokoh Indische Partij dan Comite Indie Weerbaar tersebut memberikan bentuk pikiran baru bagi para mahasiswa Indonesia di negeri Belanda. (Sudibyo, 2004:36)

Mereka bukan hanya dapat menuntut ilmu tetapi juga harus memikirkan bagaimana dapat memperbaiki nasib bangsanya sendiri. Selain itu, sejak berakhirnya Perang Dunia I perasaan anti kolonialisme dan anti imperialisme di kalangan pemimpin-pemimpin Indische Vereeniging semakin meningkat. Kemudian, sejak adanya seruan Presiden Amerika Serikat Woodrow Wilson tentang hak untuk menentukan nasib sendiri menimbulkan keinginan para pelajar Indonesia untuk merdeka dari penjajahan Belanda semakin kuat. (Hauptsturmführer Ajisaka Lingga Bagaskara.“Perhimpunan Indonesia”)

Selama perjalanannya Perhimpunan Indonesia banyak mengalami pergantian nama. Pada tahun 1922 Indische Vereeniging berganti nama menjadi Indonesische Vereeniging dan akhirnya diubah lagi menjadi Perhimpunan Indonesia (1924). Dengan perubahan itu, terjadi pula perubahan dasar pikiran dan orientasi dalam pergerakan mereka. Terjadilah pergeseran cara berpikir dan dengan tegas mereka menginginkan Indonesia merdeka.

Perhimpunan Indonesia semakin tegas bergerak memasuki bidang politik. Untuk menyebarkan semangat perjuangannya, Perhimpunan Indonesia menerbitkan majalah Hindia Poetra. Dalam majalah bulan Maret 1923 disebutkan asas Perhimpunan Indonesia adalah “Mengusahakan suatu pemerintahan untuk Indonesia, yang bertanggung jawab hanya kepada rakyat Indonesia semata-mata bahwa hal yang demikian itu hanya akan dicapai oleh orang Indonesia sendiri bukan dengan pertolongan siapa pun juga bahwa segala jenis perpecahan tenaga haruslah di hindarkan supaya tujuan jelas tercapai”. Kemudian, pada tahun 1924 majalah Hindia Poetra di ubah namanya menjadi Indonesia Merdeka. (Hauptsturmführer Ajisaka Lingga Bagaskara.”Perhimpunan Indonesia”)

Selain itu untuk menambah kesan kebangsaan ditetapkan pula perubahan pada nama-nama anggota yang berbau feodal atau kebangsawanan. Nama-nama anggota Perhimpunan Indonesia yang ada nama kebangsawanannya sudah tidak di pergunakan lagi dalam lingkungan teman dan masyarakat. Contohnya seperti salah satu nama tokoh Perhimpunan Indonesia yaitu, Nazir Datuk Pamuntjak kemudian disebut Nazir Pamuntjak saja.

Pemakaian lambang merah dan putih dengan gambar kepala kerbau dinyatakan resmi sebagai lambang organisasi Perhimpunan Indonesia. Semenjak berganti nama kembali menjadi Perhimpunan Indonesia organisasi ini semakin giat melakukan usaha untuk menyebarluaskan tentang proses perkembangan pergerakan Perhimpunan Indonesia.

Seperti usaha yang dilakukan oleh Ali Sastroamidjojo yang secara aktif mengisi majalah Indonesia Merdeka yang beredar di Belanda. Selain beredar di Belanda majalah ini juga berusaha di edarkan di Nusantara. Pengiriman ke nusantara dilakukan melalui penyelundupan dengan menyobek halaman majalah Indonesia Merdeka kemudian ditempelkan pada halaman-halaman majalah Belanda y ang masuk ke Indonesia yang tidak dilarang untuk dikirim ke Indonesia. (Sudibyo, 2004:61)

Dalam rangka memperingati hari ulang tahunnya yang ke-15, tahun 1924 mereka menerbitkan buku peringatan yang berjudul Gedenkboek. Buku ini berisi 13 artikel yang ditulis oleh A.A. Maramis, Ahmad Soebardjo, Sukiman Wiryosanjoyo, Mohammad Hatta, Muhammad Natsir, Sulaiman, R. Ng. Purbacaraka, Darmawan Mangunkusumo, dan Iwa Kusumasumantri.

Buku ini ternyata mengguncangkan dan menghebohkan pemerintahan Hindia Belanda. Setelah itu disusul lagi dengan dikeluarkannya pernyataan yang keras dari pengurus Perhimpunan Indonesia di bawah pimpinan Sukiman Wirjosanjoyo tentang prinsip-prinsip yang harus dipakai oleh pergerakan kebangsaan untuk mencapai kemerdekaan. (Triyono Suwito dan Wawan Darmawan.”Lahirnya Perhimpunan Indonesia (Indische Vereeniging)”)

Aksi para anggota Perhimpunan Indonesia semakin radikal. Pengawasan terhadap gerakan mahasiswa Indonesia makin diperkuat oleh aparat kepolisian Belanda. Namun,  para anggota Perhimpunan Indonesia tetap melakukan kegiatan politiknya bahkan mulai menjalin hubungan dengan berbagai negara di Eropa dan Asia. Rencana-rencana Perhimpunan Indonesia dan berita-berita tentang berbagai kejadian di Eropa dikirim ke Indonesia melalui majalah mereka yaitu, Indonesia Merdeka.

Analisa tentang hubungan kolonial telah memberi kesimpulan kepada Perhimpunan Indonesia, bahwa seluruh keadaan dikuasai oleh dua elemen yang satu sama lain bertolak-belakang, yaitu Pemerintah Belanda yang ingin mempertahankan pemerintahannya di Indonesia dengan segala cara dan upaya yang dimiliki bangsa serta bangsa Indonesia yang ingin menghendaki kemerdekaan penuh. Dalam Indonesia Merdeka tahun 1924, ditulis demikian :

“Cepat atau lambat setiap bangsa yang ditindas pasti memperoleh kemerdekaannya kembali, itulah hukum sejarah yang tidak dapat dipungkiri. Hanya soal proses dan cara bagaimana mereka memperoleh kembali kemerdekaan itu yang tergantung pada mereka yang saat itu memegang kekuasaan. Malah merekalah yang sebenarnya menjadi faktor penentu, apakah perjuangan kemerdekaan itu harus berlangsung dengan tangis dan darah atau dilaksanakan secara tertib dalam keadaan damai”.

Kami percaya bahwa pada hari kemudian bangsa kami dan kami juga percaya pada kekuatan-kekuatan jiwanya. Kami tahu, bahwa kekuasaan di Indonesia secara perlahan tetapi pasti akan bergerak kearah kami. Majalah Indonesia merdeka, yaitu “orang berkata bahwa bangsa Indonesia yang besar pada masa silam tidak lagi mampu berbuat sesuatu yang besar untuk hari kemudian, bahwa secara pasti dia terus menurun dan tidak akan mampu memperbaiki keadaannya lagi”. Anak-anak Indonesia turut mengemudikan kearah yang dikehendaki. Mereka mempunyai kewajiban untuk mempercepat datangnya hari itu. (Duijs.J.E.W, 1985:145)

Rencana-rencana Perhimpunan Indonesia nantinya sangat berpengaruh terhadap kaum pergerakan di Indonesia. Bahkan di bawah kepemimpinan Muhammad Hatta, Perhimpunan Indonesia resmi diakui sebagai front terdepan pergerakan kebangsaan oleh PPKI yang diketuai Ir. Soekarno.

Dalam kegiatan pergerakan nasional Indonesia, perngaruh Perhimpunan Indonesia cukuplah besar. Beberapa organisasi pergerakan nasional lahir karena mendapatkan inspirasi dari PI, seperti Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) pada tahun 1926, Partai Nasional Indonesia (PNI) pada tahun 1927, dan Jong Indonesia (Pemuda Indonesia) pada tahun 1927. (Triyono Suwito dan Wawan Darmawan.”Lahirnya Perhimpunan Indonesia(Indische Vereeniging)”)

C. Pola Perjuangan Perhimpunan Indonesia di Negeri Penjajah

Organisasi mahasiswa di Belanda, yaitu Perhimpunan Indonesia telah banyak membawa perubahan yang berarti bagi usaha memperoleh kemerdekaan bangsa Indonesia. Sehingga, Perhimpunan Indonesia banyak melakukan hubungan dan berpartisipasi dalam segala hal yang dapat menunjang usaha politik organisasi tersebut. Perjuangan yang dilakukan lebih kepada mencari dukungan dari negara lain untuk mengakui adanya negara Indonesia dan membantu melepaskan dari pengaruh kolonialisme. (Sudibyo, 2004:66)

Beberapa hal yang telah dilakukan oleh anggota Perhimpunan Indonesia adalah:
  1. Mohammad Hatta yang berpidato dalam Congres democratique Internationale pour la paix di Bierville dekat Paris pada agustus 1926. Dalam Kongres liga demokrasi Perdamaian Internasional ini Moh Hatta jelas menuntut kemerdekaan Indonesia selain itu dalam pidatonya Hatta juga tidak menggunakan nama Hindia Belanda tapi secara jelas menggunakan nama Indonesia.
  2. Di Prancis Hatta juga berpidato dalam Liga anti-Imprialisme dan penindasan kolonial yang diselanggarakan di Brussel, Belgia pada 10-15 Februari 1927. Dalam forum ini juga Hatta dengan jelas mengemukakan soal mengenai perjuangan kemerdekaan nasional bangsa Indonesia tetapi juga penindasan pemerintah kolonial Belanda terhadap bangsa Indonesia
Perjuangan Perhimpunan Indonesia di forum-forum Internasional ini telah berhasil dengan baik. Hal ini karena selama menjajah Nusantara, Belanda selalu menyajikan kepada dunia Internasional bahwa politik penjajahannya di Nusantara merupakan yang paling baik dan perikemanusiaan. Namun, oleh Perhimpunan Indonesia diungkapkan fakta bahwa penjajahan Belanda di Nusantara sangat tidak manusiawi. Gerakan Perhimpunan Indonesia yang sangat radikal ini membuat organisasi ini dianggap membahayakan bagi pemerintah Belanda.

Perhimpunan Indonesia telah mencapai puncak organisasi saat berada dibawah tangan kepemimpinan Mohammad Hatta. Seperti yang di jelaskan di atas Perhimpunan Indonesia makin aktif baik melalui majalah dan forum-forum Internasional. Gerakan yang dianggap radikal dari P.I membuat pemerintah Belanda akhirnya menangkap tokoh-tokoh Perhimpunan Indonesia. Gerakan politik P.I ini telah membuat keresahan di pihak pemerintah kolonial. Perjuangan P.I dalam forum internasional, terutama di eropa telah cukup luas dan berhasil menyuarakan Indonesia.

Namun untuk perjuangan P.I di forum internasional dapat berhasil dengan baik karena selama ini, pihak penjajah Belanda selalu mengatakan kepada dunia internasional, bahwa politik penjajahannya di Indonesia adalah yang paling baik dan paling berperikemanusiaan anggapan ini dapat dijawab dengan begitu tajam di muka suatu kongres yang dihadiri berbagai tokoh kebudayaan dan politik serta sastra di seluruh dunia.

Sungguh merupakan tamparan hebat bagi pemerintah Belanda di Nederland maupun di Hindia Belanda dalam forum internasional. Oleh karena itu, pemerintah Belanda menganggap bahwa P.I merupakan organisasi yang membahayakan dan ingin meneruskan pergerakan komunis di Indonesia yang telah dilarang oleh pemerintah kolonial belanda. Penangkapan pun dilakukan oleh pemerintah Belanda terhadap empat tokoh P.I antara lain M. Hatta, Nasir Pamuncak, Abdul Majid Djojonegoro dan Ali Sastroamijoyo ditangkap dan diadili. (Sudibyo, 2004:81)

Penangkapan tokoh-tokoh Perhimpunan Indonesia ini sangat besar dampaknya, yaitu bagi Perhimpunan Indonesia sendiri dan bagi para Mahasiswa yang selama ini ada di Belanda. Penangkapan ini menjadi halangan bagi para mahasiswa Indonesia yang saat itu sedang belajar di Belanda karena mereka dapat tekanan dari pemerintah Belanda. Penangkapan tokoh Perhimpunan Indonesia ini bagi organisasi menjadi runtuhnya gerakan mereka di Belanda maupun gerakan Perhimpunan Indonesia di dunia Internasional.

Setelah para tokoh Perhimpunan Indonesia di adili dan dinyatakan bebas pada 22 Maret 1928 gerakan Perhimpunan Indonesia sudah tidak dilakukan lagi di Belanda. Gerakan Perhimpunan Indonesia mulai berpindah ke Indonesia, hal ini karena banyak mahasiswa anggota Perhimpunan Indonesia pulang ke Indonesia. Di Nusantara gerakan Perhimpunan Indonesia telah melebur dalam beberapa organisasi pergerakan hal ini karena pengawasan yang ketat dari pemerintah Hindia Belanda. Pergerakan nasional itu seperti dalam Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) tahun 1926, Partai Nasional Indonesia (1927), dan Jong Indonesia (1928).

Iwa kusumasumantri menjelaskan tiga faktor yang akan semakin diutamakan dalam indonesische vereegining pada rapat awal tahun 1923 adalah:
  1. Putra-putri Indonesia menghendaki self-determination ( penentuan nasibnya sendiri)
  2. Harus percaya pada kemampuan mereka sendiri dan menyandarkan diri kepada kekuatan dan keccakapan yang dimiliki putra- putri Indonesia sendiri
  3. Indonesia harus bersatu (Frank Dhont, 2005:49)
Munculnya nasionalisme Hindia-Belanda idealis kemauan bersama sebagai imagined comunity tidak hanya berdasarkan suatu teori barat yang diadopsi oleh pemuda indonesia tetapi berdasarkan suatu kesadaran hak- hak menentukan nasibnya sendiri yang dirasakan dalan suatu wilayah dan suatu idealisme tinggi dari indische partij. Studieclub Surabaya, Studieclub Bandung dan perhimpoenan Indonesia sangat penting sebagai pelopor nasionalisme Indonesia akan tetapi lebih pelopor dari pelopor itu adalah indische partai yang teori nasionalismenya berdasarkan atas pembelaan hak semua anggota  masyarakat Hindia- Belanda dalam bentuk nasionalisme Indis.

Fakta bahwa beberapa pemuda idealis pribumi yang ikut dalam indische partij sudah berfikiran puluhan tahun lebih maju dari zaman hidup mereka membuktikan bahwa pikiran sebagian pribumi Indonesia pada saat itu sudah sangat tinggi. Mereka memegang idealisme bahwa anggota masyarakat wilayah Hindia-Belanda entah apapun sukunya maupun etnisitasnya, juga apapun rasnya boleh tinggal di Hindia- Belanda.

Hanya saja kekuatan pikiran itu lama-kelamaan terkalahkan oleh evolusi politik dalam suatu pertandingan simbolis antara NIP sebagai nasionalisme Indis dan Perhimpoenan Indonesia sebagai wakil nasionalisme pribumi Indonesia. Banyak anggota NIP (nationale indische partij) masih meminta organisasinya untuk menerima “orang sana” sebagai anggota sepenuhnya. Dalam Studieclub di Batavia misalnya orang barat tidak diizinkan ikut lagi sehingga salah satu pendirinya Polderman terpaksa dikeluarkan, akan tetapi isu tidak mengizinkan ras lain sebagai anggota terus saja sangat diperdebatkan.

Disimpulkan bahwa hal itu menunjukan kekalahan NIP terhadap nasionalisme Indonesia- pribumi. Beberapa studieclub yang ada di Indonesia antara lain:

1. Indonesische Studieclub di Surabaya (Juli 1924)

Soetomo menjelaskan studieclub adalah memperkuat persatuan nasional, menumbuhkan kesadaran mengenai arti- arti dari hal yang umum, memajukan perkembangan intelektual dan perkembangan moral dari golongan pribumi, menciptakan suatu hubungan intelektual antara golongan- golongan masyarakat dengan tujuan akhir mencapai kemerdekaan.

Sebagai seorang yang realis, Soetomo mencoba menerima sistem kolonial dan tradisional yang sudah ada dan berjuang agar rakyat bisa mencapai kemakmuran. Soetomo sadar bahwa kemajuan tidak bisa tercapai tanpa mengikutsertakan rakyat desa dalam proses modernisasi. Soetomo berpendapat bahwa priyayi sebagai kelas elit mempunyai suatu tugas sosial untuk membantu rakyat sebagai guru dalam perkembangannya. Indonesische Studieclub ingin menjadi suatu perhimpunan dari intelektual yang melalui kreasi mereka mendorong rakyat untuk ikut serta dan memandumereka sampai ke peningkatan kebahagiaan dan kemakmuran negerinya. (Frank Dhont, 2005:65)

2. Algemeene Studieclub di Bandung (1925)

Mempunyai aktivitas yang jauh lebih pendek daripada studieclub di Surabaya. Salah satu tokohnya, yakni Soekarno mengutarakan ide- ide utama yang dipegang adalah persatuan nasional. Hal tersebut merupakan tujuan utama dari kegiatan Soekarno. Kekuatan Soekarno adalah bahwa ia merupakan seorang tokoh nasionalis Indonesia yang mampu dan berhasil menyatukan aliran- aliran dari banyak pergerakan di Indonesia. Akibat dari pergerakan itu kemudian adalah penggabungan dalam organisasi PPPKI.

Studieclub menguraikan nasionalisme, islam dan marxisme dan meraih sebuah kesimpulan bahwa ketiga aliran itu bisa bergabung untuk mencapai Indonesia merdeka. Algemeene studieclub mengadakan sebuah analisa ilmiah mengenai masalah kolonial dengan menerbitkan majalah Indonesia Moeda kerena berpendapat bahwa untuk membangun negara Indonesia secara harmonis. Soekarno merupakan salah satu tokoh utama dalam Algemeene Studieclub, selain dari ide persatuan, juga membuat konsep Marhaenisme untuk mewakili rakyat kecil.

Selama perkembangannya, Perhimpunan Indonesia telah banyak ikut serta dalam dunia Internasional untuk mewujudkan keinginan bangsa Indonesia memperoleh kemerdekaan. Hal itu tercermin dalam perlawanan pemuda Indonesia melawan Nazi. 75 tahun silam, pemerintah Belanda secara resmi menyerah kepada Nazi-Jerman. Keputusan tersebut diambil setelah pihak Belanda pesimis memenangkan pertempuran melawan pasukan Jerman dan menghindari korban sipil lebih banyak.

Lima hari sebelumnya, pasukan Jerman memulai serangannya terhadap kota pelabuhan Rotterdam. Begawan ekonomi Indonesia Soemitro Djojohadikusumo ingat betul hari ketika serangan Jerman itu dimulai. Saat itu dia sedang menggarap disertasi di kamar kosnya. Tak berapa lama kemudian, pesawat-pesawat Luftwaffe Jerman membombardir kota. Bukan hanya kamar kos beserta isinya yang hancur berantakan akibat pemboman itu, nyawa Soemitro juga nyaris melayang.

Menurut Richard Overy dalam The Bombing War: Europe, 1939-1945, “Prioritas Jerman adalah merebut bandara-bandara Belanda dan titik-titik kunci komunikasi, yang secara umum tercapai, meski dengan bayaran tinggi”. (MF MUKTHI “Para Pemuda Indonesia yang Melawan Nazi”)

Mereka menggunakan taktik yang bertumpu pada tiga kekuatan: bombardir udara, serangan pasukan para, dan serangan darat. Akibat serangan kilat Jerman itu, Rotterdam luluh lantak. “Seperti pemboman Warsawa, operasi terhadap Rotterdam memakan korban sipil sangat banyak karena tentara Belanda memilih untuk mempertahankan wilayahnya ketimbang mendeklarasikan ′kota terbuka′ atau menyerah. Dalam dua hal, kerusakan dan kematian amat besar, juga disebabkan oleh tembakan artileri,” tulis Overy.

Tak hanya warga Belanda, orang-orang Indonesia yang tinggal di sana pun ikut susah. Selain komunikasi dengan orangtua di tanah Hindia Belanda terputus, mereka juga tak lagi dapat jaminan sosial. Keamanan diri mereka juga terancam dan mereka juga jadi dihinggapi rasa takut. Anak Agung Made Djelantik merasakan betul bagaimana ketakutan membuatnya tersiksa. Dia dan teman-temannya harus berpindah-pindah tempat untuk menghindari penangkapan Gestapo, dinas rahasia Nazi, yang membuat kuliahnya berantakan. Ancaman penangkapan itu merupakan buah dari penolakan Djelantik dan teman-temannya menerima formulir kesetiaan kepada Hitler.

“PI (Perhimpunan Indonesia, red) sebagai wakil dari pergerakan nasional Indonesia melihat perjuangan hak untuk menentukan kemerdekaan Indonesia berhubungan dengan perjuangan melawan kekuatan totaliter di Eropa dan di Asia. Oleh sebab itu PI mengadakan perlawanan terhadap Nazi Jerman dengan bekerjasama erat dengan gerakan perlawanan Belanda,” tulis Soebadio Sastrosatomo dalam Perjuangan Revolusi.

Bentuk perlawanan mereka beragam, mulai spionase hingga perlawanan bersenjata. Soemitro, yang kesal terhadap Nazi karena disertasinya berantakan, bergabung dengan gerakan bawah tanah bersama teman-temannya di kelompok studi mereka, seperti Zairin Zain dan Kusna Puradireja. Selain kerap melakukan sabotase, mereka juga menerbitkan brosur propaganda melawan fasisme sembari juga memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Selain Soemitro, ada Irawan Soedjono yang seorang mahasiswa Universitas Leiden (baca Pemuda Indonesia Berperang Melawan Nazi). Putra Raden Adipati Ario Soedjono itu selain aktif menerbitkan surat kabar anti-fasis De Bevrijding juga ikut angkat senjata melawan fasis dengan bergabung ke dalam pasukan bawah tanah bernama Barisan Mahasiswa Indonesia. Dua kali dia berhasil lolos dari razia pasukan Jerman. Namun, dia akhirnya tewas ditembak pasukan Jerman setelah berusaha melarikan diri menggunakan sepeda sambil membawa mesin stensil pada 13 Januari 1945.

Jusuf Muda Dalam (wakil ketua Perhimpunan Indonesia semasa kepemimpinan Maruto Darusman, di kemudian hari menjabat Menteri Urusan Bank Sentral di pemerintahan Sukarno) juga melakukan hal yang sama dengan Irawan, angkat senjata. Mahasiswa Handelhogeschool, Rotterdam itu yang terkenal pemberani itu bertugas sebagai penembak senapan mesin.

Menurut Soemitro, sebagaimana ditulis Soe Hok Gie dalam Orang-orang Kiri di Persimpangan Kiri Jalan, Jusuf pernah menembaki konvoi pasukan Jerman. Soeripno memegang peran penting dalam perjuangan bersenjata pemuda Indonesia di Belanda. “Ia seorang yang brilian, aktif, sopan, dan simpatik. Ia adalah seorang idealis dan berasal dari keluarga ningrat,” tulis Gie. Selain aktif menerbitkan publikasi bawah tanah Bevrijding bersama Nazir Pamuncak, Soeripno juga mendapat kepercayaan memimpin perlawanan fisik. Dia lalu mendirikan Barisan Mahasiswa, pasukan paramiliter yang terdiri dari empat regu setiap regu berisi sepuluh pemuda.

Meski dia mengundurkan diri dua minggu kemudian, pasukan bentukannya tetap utuh dan terus melawan fasis. “Para anggota kelompok itu menamakan dirinya dari nama pahlawan nasional Untung Soerapati, sedangkan kesatuannya diberi nama Knokploegen (KP) atau Barisan Tangan Besi,” tulis Hendri F Isnaeni dalam “Takdir Si Henk dari Pembebasan”. Atas jasanya membebaskan Belanda dari pendudukan Jerman, beberapa mahasiswa seperti Soemitro ataupun LN Palar diberi kehormatan pemerintah Belanda dengan jabatan sebagai anggota parlemen atau anggota delegasi resmi ke rapat PBB. Sementara itu Irawan Soedjono namanya diabadikan menjadi nama jalan. (MF MUKTHI “Para Pemuda Indonesia yang Melawan Nazi”)

Sejalan dengan ucapan gamblang dan janji yang khidmat dari Paduka Yang Mulia Ratu, dan bertolak dari putusan yang diambil oleh Kongres Rakyat Indonesia tahun 1939 bahwa dengan demikian suara dari seluruh gerakan nasional diwakili, maka Perhimpunan Indonesia menyatakan harapan dengan tegas, baik di Negeri Belanda maupun Indonesia, agar status kolonial secara definitif ditiadakan,” ujar pengurus Perhimpunan Indonesia dalam pernyataan resminya kepada pemerintah Belanda, sebagaimana dimuat Harry Poeze dalam buku Di Negeri Penjajah.

BAB III
PENUTUP

Organisasi Perhimpunan Indonesia terbentuk karena dilatar belakangi oleh adanya rasa kebersamaan berada di negara asing untuk menuntut ilmu. Sehingga, mahasiswa yang berasal dari berbagai universitas di Belanda tersebut membentuk sebuah organisasi yang diberi nama Indische Vereeniging.

Pada awalnya organisasi tersebut hanya membahas mengenai aspek sosial saja akan tetapi berlanjut kearah politik menginginkan kemerdekaan. Hal ini, akan memperjelas bahwa pada mulanya memang tidak ada tujuan politik tentang berdirinya organisasi mahasiswa di negeri Belanda. Namun, berubah setelah adanya peristiwa-peristiwa ditanah air yang dapat diketahui dan didengar oleh para mahasiswa di negeri Belanda. Hal yang demikian baru terjadi setelah berakhirnya Perang Dunia I (1914-1918).

Perhimpunan Indonesia semakin tegas bergerak memasuki bidang politik. Untuk menyebarkan semangat perjuangannya, Perhimpunan Indonesia menerbitkan majalah Hindia Poetra. Perubahan itu disebabkan karena kedatangan tokoh Indische Partij (tiga serangkai). Selain itu, Perhimpunan Indonesia sendiri banyak melakukan berbagai usaha perjuangan secara Internasional.


DAFTAR PUSTAKA

Bobby.”Perhimpunan Indonesia”. http://sejarah-bobby.blogspot.co.id/2010/05/perhimpunan-indonesia.
Duijs.J.E.W. 1985. Membela Mahasiswa Indonesia di Depan Pengadilan Belanda. Jakarta: Midas Surya Grafindo
Frank Dhont. 2005. Nasionalisme Baru Intelektual Indonesia Tahun 1920.Yogyakarta: Gadjah Mada University Preess
Hauptsturmführer Ajisaka Lingga Bagaskara.”Perhimpunan Indonesia”.http://indonesian-persons.blogspot.co.id/2013/12/perhimpunan indonesia.html.
MF MUKTHI “Para Pemuda Indonesia yang Melawan Nazi” http://historia.id/mondial/para-pemuda-indonesia-yang-melawan-nazi.
Nagazumi.Akira.1986. Indonesia Dalam Kajian Sarjana Jepang. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Sudibyo. 2002. Pergerakan Nasional Mencapai dan Mempertahankan Kemerdekaan. Jakarta: Rineka Cipta
Sudibyo. 2004. Perhimpunan Indonesia. Jakarta: Bina Adiaksara
Triyono Suwito dan Wawan Darmawan.”Lahirnya Perhimpunan Indonesia (Indische Vereegining) http://ssbelajar.blogspot.co.id/2012/06/lahirnya-perhimpunan-indonesia indische.html.

Demikianlan ulasan dari contoh makalah yang berjudul tentang Kelompok Studi Mahasiswa (Studies Club) Dan Perhimpunan Indonesia. Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Artikel Terkait

Terimakasih Sudah Meluangkan Waktu Berkunjung Di Blog Ini 😁


EmoticonEmoticon