Berikut ini kami sajikan sebuah contoh makalah yang berjudul Usaha-Usaha Yang Dilakukan Rakyat Dalam Dunia Pendidikan Yang Berhaluan Politik. Untuk lebih jelasnya silahkan simak ulasannya berikut ini:
MAKALAH KELOMPOK
USAHA-USAHA YANG DILAKUKAN RAKYAT DALAM DUNIA PENDIDIKAN YANG BERHALUAN POLITIK
Diajukan sebagai syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Pendidikan yang diampu oleh Dra. Elis Setiawati., M.Pd.
Disusun oleh:
1. Eka Novita Sari 13220042
2. Wahyu Tri Widiyantoro 132200
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
PROGRAM STUDY PENDIDIKAN SEJARAH
TAHUN AKADEMIK 2015
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum, Wr.wb
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT Yang senantiasa memberi rahmat dan karunianya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Tujuan pembuatan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah sejarah pendidikan dari dosen kami Dra.Elis Setiawati.,M.Pd. supaya kami mempunyai pengetahuan tentang materi tersebut yang sebenarnya dan sadar akan pentingnya pengetahuan ini.
saya sadar sebagai manusia biasa memiliki kekurangan sehingga masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. maka dari itu dengan segala kerendahan hati saya memerlukan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak.
Demikianlah makalah ini saya buat dengan baik, apa bila ada kekurangan saya mohon maaf dan atas perhatiannya saya ucapkan terimakasih.
Wassalamu’alaikum, Wr.wb
Metro, ...............
Penulis,
Penulis,
DAFTAR ISI
HALAMAN MAKALAH
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar belakang makalah
B.Rumusan masalah
C.Tujuan Makalah
BAB II PEMBAHASAN
A.Pendidikan Taman Siswa
B.Pendidikan Ksatrian Institut
C.Usaha Yang di Lakukan Muhammad Syafe’i (1896-1966)
BAB III PENUTUP
A.Kesimpulan
B.Saran
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pendidikan sudah sepatutnya
menentukan masa depan suatu negara. Bila visi pendidikan tidak jelas, yang
dipertaruhkan adalah kesejahteraan dan kemajuan bangsa. Visi
pendidikan harus diterjemahkan ke dalam sistem pendidikan yang memiliki
sasaran jelas, dan tanggap terhadap masalah-masalah bangsa. Karena itu,
perubahan dalam subsistem pendidikan merupakan suatu hal yang sangat wajar,
karena kepedulian untuk menyesuaikan perkembangan yang disesuaikan dengan
perkembangan zaman. dengan lahirnya orde barudan tumpasnya pemberontakan PKI,
maka mulailah suatu era baru dalam usaha menempatkan pendidikan sebagai suatu
usaha untuk menegakkan cita-cita proklamasi 17 agustus 1945.
Banyak usaha-usaha yang memerlukan kerja keras
dalam rangka untuk mewujudkan suatu sistem pendidikan yangb betul-betul sesuai
dengan tekad orde baru sebagai orde pembangunan. Namun pada masa inipun
pendidikan belum dikatakan berhasil sepenuhnya, maka pada masa berikutnya yaitu
masa reformasi diperlukan adanya pembenahan, baik dalam bidang kurikulum,
dimana kurikulum harus ditinjau paling sedikit lima tahun.
B. Rumusan Masalah
- Bagaimana sejarah perkembangan Taman Siswa?
- Siapakah pendiri Taman Siswa?
- Apakah Upaya yang dilakukan taman siswa untuk pribumi?
- Siapakah pendiri Kesatrian Instituut?
- Apakah Tujuan di dirikanya Kesatrian Instituut?
- Apakah tujuan Muhammad Syafe’i mendirikan sekolah?
C. Tujuan Makalah
1.
Memahami tentang sejarah perkembangan
Taman Siswa
2.
Mengetahui pendiri dari Taman Siswa
3.
Mengetahui upaya yang dilakukan taman
siswa untuk masyarakat pribumi
4.
Mengetahui pendiri Kesatrian Instituut
5.
Mengetahui tujuan dari di dirikanya
kesatrian institut
6.
Mengetahui tujuan dari muhammad syafe’i
mendirika sekolah
BAB
II
PEMBAHASAN
A. PENDIDIKAN TAMAN SISWA
Taman Siswa berdiri pada tanggal 3
Juli 1922, Taman Siswa adalah badan perjuangan kebudayaan dan pembangunan
masyarakat yang menggunakan pendidikan dalam arti luas untuk mencapai
cita-citanya. Bagi Tamansiswa, pendidikan bukanlah tujuan tetapi media untuk
mencapai tujuan perjuangan, yaitu mewujudkan manusia Indonesia yang merdeka
lahir dan batinnya. Merdeka lahiriah artinya tidak dijajah secara fisik,
ekonomi, politik, dsb; sedangkan merdeka secara batiniah adalah mampu
mengendalikan keadaan.
Bebicara Taman Siswa tidak bisa
lepas dari pendirinya yaitu Raden Mas Soewardi Soeryaningrat atau yang biasa di
kenal dengan Ki Hajar Dewantara. Beliau mendirikan Taman Siswa bertujuan untuk
pendidikan pemuda Indonesia dan juga sebagai alat perjuangan bagi rakyat
Indonesia. Tujuan Taman Siswa adalah membangun anak didik menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, merdeka lahir batin, luhur
akal budinya, cerdas dan berketerampilan, serta sehat jasmani dan rohaninya untuk
menjadi anggota masyarakat yang mandiri dan bertanggung jawab atas
kesejahteraan bangsa, tanah air, serta manusia pada umumnya. Meskipun dengan
susunan kalimat yang berbeda namun tujuan pendidikan Taman Siswa ini sejalan
dengan tujuan pendidikan nasional.
Taman
siswa berdiri pada 3 Juli 1922, pendirinya adalah Raden Mas Soewardi
Soeryaningrat atau yang biasa dikenal dengan Ki Hajar Dewantara. Awal pendirian
Taman Siswa diawali dengan ketidakpuasan dengan pola pendidikan yang dilakukan
oleh pemerintah kolonial, karena jarang sekali negara kolonial yang memberikan
fasilitas pendidikan yang baik kepada negara jajahannya. Seperti yang dikatakan
oleh ahli sosiolog Amerika “pengajaran merupakan dinamit bagi sistem kasta yang
dipertahankan dengan keras di dalam daerah jajahan”. Oleh sebab itu maka
didirikanlah Taman Siswa, berdirinya Taman Siswa merupakan tantangan terhadap
politik pengajaran kolonial dengan mendirikan pranata tandingan. Taman Siswa
adalah badan perjuangan kebudayaan dan pembangunan masyarakat yang menggunakan
pendidikan dalam arti luas untuk mencapai cita-citanya. Bagi Taman Siswa,
pendidikan bukanlah tujuan tetapi media untuk mencapai tujuan perjuangan, yaitu
mewujudkan manusia Indonesia yang merdeka lahir dan batinnya. Merdeka lahiriah
artinya tidak dijajah secara fisik, ekonomi, politik, dsb, sedangkan merdeka
secara batiniah adalah mampu mengendalikan keadaan.
Dengan
proses berdirinya Taman Siswa Ki Hajar Dewantara telah mengesampingkan pendapat
revolusioner pada masa itu, tetapi dengan seperti itu secara langsung usaha Ki
Hajar merupakan lawan dari politik pengajaran kolonial. Lain dari pada itu
kebangkitan bangsa-bangsa yang dijajah dan perlawanan terhadap kekuasaan
kolonial umumnya disebut dengan istilah nasionalisme atau paham kebangsaan menuju
kemerdekaan. Taman Siswa mencita-citakan terciptanya pendidikan nasional, yaitu
pendidikan yang beralas kebudayaan sendiri. Dalam pelaksanaanya pendidikan
Taman Siswa akan mengikuti garis kebudayaan nasional dan berusaha mendidik
angkatan muda di dalam jiwa kebangsaan.
Pendidikan Taman Siswa dilaksanakan berdasar Sistem Among, yaitu suatu sistem pendidikan yang berjiwa kekeluargaan dan bersendikan kodrat alam dan kemerdekaan. Dalam sistem ini setiap pendidik harus meluangkan waktu sebanyak 24 jam setiap harinya untuk memberikan pelayanan kepada anak didik sebagaimana orang tua yang memberikan pelayanan kepada anaknya. Sistem Among tersebut berdasarkan cara berlakunya disebut Sistem Tut Wuri Handayani. Dalam sistem ini orientasi pendidikan adalah pada anak didik, yang dalam terminologi baru disebut Student Centered. Di dalam sistem ini pelaksanaan pendidikan lebih didasarkan pada minat dan potensi apa yang perlu dikembangkan pada anak didik, bukan pada minat dan kemampuan apa yang dimiliki oleh pendidik. Apabila minat anak didik ternyata akan ke luar “rel” atau pengembangan potensi anak didik di jalan yang salah maka pendidik berhak untuk meluruskannya.
Pendidikan Taman Siswa dilaksanakan berdasar Sistem Among, yaitu suatu sistem pendidikan yang berjiwa kekeluargaan dan bersendikan kodrat alam dan kemerdekaan. Dalam sistem ini setiap pendidik harus meluangkan waktu sebanyak 24 jam setiap harinya untuk memberikan pelayanan kepada anak didik sebagaimana orang tua yang memberikan pelayanan kepada anaknya. Sistem Among tersebut berdasarkan cara berlakunya disebut Sistem Tut Wuri Handayani. Dalam sistem ini orientasi pendidikan adalah pada anak didik, yang dalam terminologi baru disebut Student Centered. Di dalam sistem ini pelaksanaan pendidikan lebih didasarkan pada minat dan potensi apa yang perlu dikembangkan pada anak didik, bukan pada minat dan kemampuan apa yang dimiliki oleh pendidik. Apabila minat anak didik ternyata akan ke luar “rel” atau pengembangan potensi anak didik di jalan yang salah maka pendidik berhak untuk meluruskannya.
Untuk
mencapai tujuan pendidikannya, Taman Siswa menyelanggarakan kerja sama yang
selaras antar tiga pusat pendidikan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan
perguruan, dan lingkungan masyarakat. Pusat pendidikan yang satu dengan yang
lain hendaknya saling berkoordinasi dan saling mengisi kekurangan yang ada.
Penerapan sistem pendidikan seperti ini yang dinamakan Sistem Trisentra
Pendidikan atau Sistem Tripusat Pendidikan. Pendidikan Taman siswa berciri khas Pancadarma, yaitu Kodrat
Alam (memperhatikan sunatullah), Kebudayaan (menerapkan teori Trikon),
Kemerdekaan (memperhatikan potensi dan minat maing-masing indi-vidu dan
kelompok), Kebangsaan (berorientasi pada keutuhan bangsa dengan berbagai ragam
suku), dan Kemanusiaan (menjunjung harkat dan martabat setiap orang).
Taman
Siswa bisa dianggap sebagai tempat pemupukan kader masyarakat Indonesia dimasa
mendatang dan yang sudah pasti akan berusaha pula untuk menumbangkan kekuasaan
kolonial. Oleh karena itu pemerintah kolonial berusaha untuk menghalang-halangi
perkembangan Taman Siswa khususnya, dan sekolah-sekolah partikelir umumnya.
Sejak itu, Taman Siswa menghadapi perjuangan asasi, melawan politik pemerintah
Hindia Belanda. Pada tahun 1931 timbul pendapat dikalangan orang Belanda yang
memperingatkan pemerintah, bahwa apabila tidak diadakan peninjauan kembali, Taman
Siswa akan menguasai keadaan dalam tempo sepuluh tahun.
Pemerintah
konservatif Gubernur Jenderal de jonge menyambut kegelisahan orang Belanda
dengan mengeluarkan “ordonansi pengawasan” yang dimuat dalam Staatsblad no. 494
tanggal 17 September 1932. Isi dan tujuan dari ordonansi itu ialah memberi
kuasa kepada alat-alat pemerintah untuk mengurus wujud dan isi sekolah-sekolah
partikelir yang tidak dibiayai oleh negeri. Sekolah partikelir harus meminta
izin lebih dahulu sebelum dibuka dan guru-gurunya harus mempunyai izin
mengajar. Rencana pengajaran harus pula sesuai dengan sekolah-sekolah negeri,
demikian juga peraturan-peraturannya. Ordonansi itu menimbulkan perlawanan umum
dikalangan masyarakat Indonesia dan dimulai oleh prakarsa Ki Hajar Dewantara yang
mengirimkan protes lewat telegram kepada Gubernur Jenderal di Bogor pada
tanggal 1 Oktober 1932.
Pada
tanggal 3 Oktober 1932 Ki Hajar Dewantara mengirimkan maklumat kepada segenap
pimpinan pergerakan rakyat, dan menjelaskan lebih lanjut sikap yang diambil
Taman Siswa. Aksi melawan ordonansi ini disokong sepenuhnya oleh 27 organisasi,
antara lain Istri sedar, PSII, Dewan Guru Perguruan Kebangsaan di Jakarta, Budi
Utomo, Paguyuban Pasundan, Persatuan Mahasiswa, PPPI, Partindo, Muhammadiyah,
dan lain-lainnya. Golongan peranakan Arab dan Tionghoa juga menyokong aksi ini.
Pers nasional tidak kurang menghantam ordonansi itu melalui tajuk rencananya.
Mohammad Hatta sebagai pemimpin Pendidikan Nasional Indonesia, menganjurkan
supaya mengorganisasi aksi yang kuat. Pada bulan Desember 1932,
Wiranatakusumah, anggota Volksraad mengajukan pertanyaan pada pemerintah
dan disusul pada bulan Januari 1933 dengan sebuah usul inisiatif. Usul
inisiatif yang disokong oleh kawan-kawannya di Volksraad, berisi:
menarik kembali ordonansi yang lama serta mengangkat komisi untuk merencanakan
perubahan yang tetap. Budi Utomo dan Paguyuban Pasundan mengancam akan menarik
wakil-wakilnya dari dewan-dewan, apabila ordonansi ini tidak dicabut pada
tanggal 31 Maret 1933. Juga dikalangan para ulama aksi melawan ordonansi
sekolah liar ini mendapat sambutan, terbukti dengan adanya rapat-rapat
Persyarikatan Ulama di Majalengka dan Ulama-ulama Besar di Minangkabau.
Pemerintah terkejut akan tekad perlawanan akan masyarakat Indonesia dan setelah
mengeluarkan beberapa penjelasan dan mengadakan pertemuan dengan Ki Hajar
Dewantara, akhirnya dengan keputusan Gubernur Jenderal tanggal 13 Februari 1933
ordonansi Sekolah liar diganti dengan ordonansi baru.
Perlawan
Taman Siswa terhadap ordonansi sekolah liar merupakan masa gemilang bagi
sejarahnya, yang juga berarti mempertahankan hak menentukan diri sendiri bagi
bangsa Indonesia. Sesudah itu Taman Siswa akan mengadakan lagi perlawanan
terhadap peraturan pemerintah kolonial yang dapat dianggap merugikan rakyat.
Pada tahun 1935 Taman Siswa mempunyai 175 cabang yang tersebar di sekolahnnya
ada 200 buah, dari mulai sekolah rendah hingga sekolah menengah.
Pada
saat setelah Indonesia merdeka Taman Siswa mengadakan Rapat Besar (Konferensi)
yang ke-9 di Yogyakarta. Tapi pada masa kemerdekaan ini tidak semua guru Taman
Siswa menyadari akan datang juga masa baru untuk Perguruan nasional mereka.
Dalam Rapat besar itu terdapat tiga pendapat dikalangan Taman Siswa dalam
menghadapi kemerdekaan.
Pertama,
pendapat bahwa tugas Taman Siswa telah selesai dengan tercapainya Indonesia
merdeka. Karena menurut pendukung pendapat ini, peran taman siswa sebagai
penggugah keinsafan nasional sudah habis, dan faktor melawan pemerintah jajahan
tidak ada lagi. Kedua, Taman Siswa masih perlu ada, sebelum pemerintah Republik
dapat mengadakan sekolah-sekolah yang mencukupi keperluan rakyat. Lagi pula isi
sekolah-sekolah negeri pun belum dapat diubah sekaligus sebagai warisan sistem
pengajaran yang lampau. Ketiga, sekolah-sekolah partikelir yang memang
mempunyai dasar sendiri tetap diperlukan, walaupun nantinya jumlah sekolah
sudah cukup dan isinya juga sudah nasional.
Perbedaan
pendapat dikalang Taman Siswa membawa dampak yang tidak bisa dielakan, para
pendukung pendapat pertama banyak yang meninggalkan Taman Siswa. Taman Siswa
banyak ditinggalkan oleh pendukung akatif yang tahan uji. Namun hal ini tidak
mengherankan karena sebenarnya orang-orang Taman Siswa hanya berpindah tempat
mengisi kemerdekaan. Misal saja bapak Taman Siswa sendiri, Ki Hajar Dewantara,
pada awal kemerdekaan menjadi Mentri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang
pertama didalam pemerintahan. Bagi Taman Siswa sendiri yang terpenting ialah
pembentukan panitia yang berkewajiban meninjau kembalinya peraturan Taman Siswa
dengan segala isinya. Panitia ini diketuai oleh S. Manggoensarkoro dan
kesimpiulan panitia ini diterima dalam Rapat Besar Umum (Kongres) V di Yogyakarta
pada bulan Desember 1947.
Pada
masa itu, Belanda sudah memulai aksi militernya yang pertama pada 21 Juli 1947,
sehingga Rapat Besar Umum, membahas tentang kedudukan cabang-cabang di daerah
pendudukan. Di daerah pendudukan Belanda muncul sebutan “sekolah liar” tapi
tidak hanya sekolah partikelir saja tapi sekolah republik pun dinyatakan
“sekolah liar” ketika sekolah di Jakarta ditutup, maka gedung Taman Siswa di
jalan Garuda 25 dibanjiri oleh murid-murid. Semangat yang luar biasa ditunjukan
oleh sekolah Taman Siswa yang berada di daerah pendudukan, mereka berusaha
mempertahankan sekolah mereka meski Majelis Luhur di Yogyakarta tidak
menyetujui diteruskanya sekolah di daerah pendudukan. Tapi akhirnya majelis
Luhur mengizinkan untuk membuka terus cabang-cabang Taman Siswa di daerah
pendudukan.
Ki Hajar
Dewantara adalah bapak Pendidikan Nasional Indonesia, karena merupakan orang
pertama yang mendirikan Perguruan Nasional yang didasarkan pada konsep
pendidikan yang berjiwa nasionalisme Indonesia yang bersifat kultural Disamping
itu, beberapa konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara masih tetap dipergunakan
dalam penyelenggaraan pendidikan nasional Indonesia zaman merdeka. Konsep
pendidikan sebagai proses pembudayaan dipergunakan dalam Tap MPR No
II/MPR/1988. Semboyan "Tut wuri andayani" dijadikan motto Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Prinsip mengutamakan pemerataan pendidikan dijadikan
dasar pembangunan pendidikan. Perlunya sistem pengajaran nasional dijadikan isi
salah satu ayat dari pasal pendidikan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Tetapi
hal yang terpenting adalah jiwa nasionalisme. Ki Hajar Dewantara telah memberi
corak dalam perkembangan pendidikan Nasional Indonesia.
B. PENDIDIKAN KSATRIAN INSTITUT
Di Bandung pada 1924 didirikan Ksatrian
Instituut oleh salah satu tokoh pergerakan nasional Indo-Belanda Ernest
Francois Eugene Douwes Dekker (E.F.E.) Douwes Dekker yang kemudian dikenal
sebagai Dr. Danoedirdja Setiabudhi. Douwes Dekker lahir pada 8 Oktober 1879 di
Pasuruan Jawa Timur, dari seorang ibu berdarah Indonesia dan ayah Belanda.
Setelah kembali dari pengasingannya di
Belanda, Douwes Dekker, yang merupakan salah seorang mantan pemimpin Indische
Partij ini berniat untuk menjadi guru pada sebuah sekolah rendah (sekolah
dasar) yang dipimpin oleh Ny. H.E Meyer Elenbaas di Jalan Kebon Kelapa 17 Bandung.
Niatnya ini terlaksana pada September 1922, setelah mendapat izin dari gubernur
jenderal. Pada 1923 muncul Preanger
Instituut van de Vereeniging Volksonderwijs (Instituut Pengajaran Priangan
dari Perkumpulan Pengajaran Rakyat di Bandung) dari bekas sekolah ini, dan
kemudian ia menjadi kepala MULO (setara dengan SMP). Tujuan sekolah
ini adalah memberikan kesempatan pendidikan yang luas kepada anak-anak pribumi.
Selanjutnya, lembaga ini dirubah oleh
Douwes Dekker dengan nama Ksatrian Instituut pada November 1924. Di
lembaga pendidikan inilah Douwes Dekker berusaha menanamkan jiwa nasionalisme
kepada murid-muridnya. Seolah ini menjadi wadah baru baginya untuk bergerak
“melawan kolonialisme dengan cara yang lain”.
Ksatrian
Instituut ini menitikberatkan pada usaha pengajaran berdasar
jiwa nasional dan pendidikan ke arah manusia yang berpikiran merdeka. Pada
mulanya, Ksatrian Instituut hanya memiliki 60 orang murid saja di
Bandung, tetapi semakin lama berkembang dan mempunyai sekolah rendah di daerah
Ciwidey, Cianjur, dan Sukabumi. sekolah ini terbuka bagi orang-orang pribumi,
peranakan Tionghoa, maupun Indonesia.
Berbeda dengan lembaga pendidikan buatan
pemerintah kolonial, Ksatrian Instituut lebih memiliki orientasi jauh
ke depan. Mereka menyiapkan para lulusan sekolah rendah untuk menjadi
orang-orang yang mempunyai kejuruan. Oleh sebab itu Moderne Middlelbare
Handelsschool (MMHS), yang merupakan sekolah menengah dagang
didirikan. Ini adalah sekolah dagang pertama di Hindia Belanda ketika itu. Sebagai sebuah sekolah dagang tentu saja
mengajarkan berbagai teori perdagangan, seperti psikologi perdagangan, bahasa
yang diperlukan untuk melakukan perdagangan dengan bangsa lain, teknik dagang,
sampai masalah periklanan (reklame). Selain itu, dibuka juga jurusan
jurnalistik untuk murid-muridnya guna melahirkan jurnalis-jurnalis yang kritis
dan berkepribadian nasional.
Di dalam MMHS pada 1 Agustus
1935 dibuka juga sekolah pendidikan guru. Sekolah guru ini dimaksudkan agar
tercapai; pengajar-pengajar yang baik dan terspesialisasi; terbentuk dengan
cepat bala-tentara guru: pendidikan yang murah, yang berarti keuntungan bagi
negeri, gaji rendah, tempo yang lebih cepat untuk perluasan sekolah rakyat, dan
dengan demikian menciptakan basis yang luas bagi perkembangan bangsa. Dengan
dibukanya sekolah-sekolah lanjutan ini, para lulusannya dipersiapkan untuk
mampu berdiri di atas kaki sendiri dan menjalani hidup tanpa membebani orang
lain.
Ksatrian
Instituut juga berusaha mengalihkan tujuan pengajaran pada
sekolah-sekolah pemerintah, yang hanya menimbulkan pengangguran dan mencetak
pegawai negeri belaka. Masalah kesehatan siswa juga merupakan prioritas dari Ksatrian
Instituut. Perguruan ini memiliki dokter pengawas kesehatan, dan tercatat
sebagai sekolah yang mempunyai dokter pengawas anak-anak yang pertama di Hindia
Belanda.
Selain
itu Ksatrian Instituut juga berusaha mandiri dengan menerbitan
buku-buku pelajarannya sendiri. Buku-buku pelajaran yang dihasilkan di
antaranya yaitu buku-buku bahasa, sejarah pertumbuhan lalu lintas di dunia,
tata bahasa Jepang, sejarah kuno Indonesia, sejarah dunia, dan buku statistik.
Pada Agustus 1937, Ksatrian Instituut juga berhasil menerbitkan
majalah murid dan orang tua yang berjudul De Ksatria, Maandblad van de
Leerlingen van Alle Ksatrian Scholen en Hun Ouders, yang di pimpin oleh
R.M.Hoedojo Hoeksamadiman.
Pada 1940, Douwes Dekker ditangkap oleh
pemerintah kolonial. Pemerintah menuduhnya telah bekerjasama dengan Jepang.
Tuduhan tersebut merupakan alasan yang dicari-cari untuk menangkapnya. Ia
memang berencana untuk mengirim para pelajar lulusan Ksatrian Instituut
ke Jepang, namun dia sama sekali tidak sepakat dengan ideologi fasisme. Karena
keberadaannya sudah tidak memungkinkan lagi untuk memimpin Ksatrian
Instituut, maka pada Februari 1941, ia mengalihkan keberlangsungan Ksatrian
Instituut kepada isterinya, Ny.Johanna Petronella Douwes Dekker.
C. USAHA YANG DI LAKUKAN MUHAMMAD SYAFE”I (1896-1966)
la lahir di Sumatera Barat pada
tanggai 21 Januari 1896, dan mengenal karya-karya orang besar di dunia melalui
ceritera yang disampaikan oleh ibu dan bapaknya. Selama duduk di Sekolah Guru
di Bukit tinggi, Muhammad Syafei mendapat kiriman tulisan-tulisan dr. Cipto
Mangunkusumo dan dr. Douwes Dekker dari orangtuanya. Hal ini membangkitkan rasa
nasionalismenya, rasa cinta kepada bangsa dan tanah air. Muhammad Syafei pernah mengajar di Sekolah
Kartinidi Jakarta, dan memasukkan pelajaran pekerjaan tangan sebagai mata
pelajaran fakultatif atau pilihan. Usaha ini mendapat dukungan dari Kepala
Sekolah dan perkumpulan Sekolah Kartini. Usahanya berhasil, ternyata bahwa mata
pelajaran pekerjaan tangan tidak menghambat pelajaran lainnya.
Pada tahun 1922, Muhammad Syafei meneruskan
pelajaran ke Negeri Belanda dengan tujuan memperluas wawasan dan pengalaman,
agar dapat menjawab pertanyaan, bagaimanakah corak
pendidikan dan pengajaran yang sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia yang dapat
mencerdaskan otaknya. Setelah mempelajari, menyelami, dan
mempertimbangkan baik-buruknya, sampailah pada kesimpulan bahwa pendidikan dan
yang tepat diberikan kepada-bangsa Indonesia adalah pendidikan dan pengajaran
yang mampu mengaktijkan murid. Berdasarkan keyakinan tersebut, Muhammad Syafei
mendirikan sebuah sekolah diberi nama
Indonesische Nederland School (INS) di Kayutanam, Sumatera Barat pada tanggal
31 Oktober 1926. INS Kayutanam telah mengalami kehancuran fisik dalam tahun
1949 usaha membangun kembali sampai sekarang masih berhasil. Muhammad Syafei
pernah menjadi Menteri Pengajaran dalam Kabinet Syahrir II, 12 Maret 1946-2
Oktober 1946.
1. Dasar Filosofis
a.
Nasionalisme
Muhammad
Syafei mendasarkan konsep pendidikannya pada nasionalisme dalam arti konsep dan
praktek penyelenggaraan pendidikan INS Kayutanam didasarkan pada cita-cita
menghidupkan jiwa bangsa Indonesia dengan cara mempersenjatai dirinya dengan
alat daya upaya yang dinamakan aletif kreatif untuk menguasai alam. Semangat
nasionalismenya yang sedang tumbuh menimbulkan pertanyaan, mengapa bangsa
Belanda yang jumlahnya sedikit dapat menguasai bangsa Indonesia yang jumlahnya
sangat besar. Pertanyaan ini dapat dipecahkan setelah berada dan hidup di
tengah-tengah masyarakat Belanda.
Ternyata
bahwa faktor alam dan lingkungan masyarakat mempengaruhi jiwa manusia. Jelas
kiranya bahwa nasionalisme Muhammad Syafei adalah nasionalisme pragmatis yang
didasarkan pada agama, yaitu nasionalisme yang tertuju pada membangun bangsa
melalui pendidikan agar menjadi bangsa yang pandai berbuat untuk kehidupan
manusia atas segala sesuatu yang diciptakan oleh Tuhan. Muhammad Syafei
menyatakan bahwa Tuhan tidak sia-sia menciptakan manusia dan alam lainnya.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari makalah diatas
kami dapat menyimpulkan bahwa usaha-usaha rakyat dalam dunia pendidikan yang
berhaluan politik diantaranya adalah didirikanya Taman Siswa oleh Raden Mas
Soewardi Soeryaningrat atau yang biasa dikenal dengan Ki Hajar Dewantara. Awal
pendirian Taman Siswa diawali dengan ketidak puasan
dengan pola pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial, karena jarang
sekali negara kolonial yang memberikan fasilitas pendidikan yang baik kepada
negara jajahannya. Seperti yang dikatakan oleh ahli sosiolog Amerika “pengajaran
merupakan dinamit bagi sistem kasta yang dipertahankan dengan keras di dalam
daerah jajahan”.
Didirikanya pula Ksatrian Instituut oleh salah satu tokoh
pergerakan nasional Indo-Belanda Ernest Francois Eugene Douwes Dekker (E.F.E.)
Douwes Dekker yang kemudian dikenal sebagai Dr. Danoedirdja Setiabudhi. Setelah kembali dari pengasingannya di
Belanda, Douwes Dekker, yang merupakan salah seorang mantan pemimpin Indische
Partij ini berniat untuk menjadi guru pada sebuah sekolah rendah (sekolah
dasar) yang dipimpin oleh Ny. H.E Meyer Elenbaas di Jalan Kebon Kelapa 17
Bandung. Niatnya ini terlaksana pada September 1922, setelah mendapat izin dari
gubernur jenderal. Pada 1923 muncul Preanger
Instituut van de Vereeniging Volksonderwijs (Instituut Pengajaran Priangan
dari Perkumpulan Pengajaran Rakyat di Bandung) dari bekas sekolah ini, dan
kemudian ia menjadi kepala MULO (setara dengan SMP). Tujuan sekolah
ini adalah memberikan kesempatan pendidikan yang luas kepada anak-anak pribumi.
Kemudian Muhammad Syafei
mendasarkan konsep pendidikannya pada nasionalisme dalam arti konsep dan
praktek penyelenggaraan pendidikan INS Kayutanam didasarkan pada cita-cita
menghidupkan jiwa bangsa Indonesia dengan cara mempersenjatai dirinya dengan
alat daya upaya yang dinamakan aletif kreatif untuk menguasai alam. Semangat
nasionalismenya yang sedang tumbuh menimbulkan pertanyaan, mengapa bangsa
Belanda yang jumlahnya sedikit dapat menguasai bangsa Indonesia yang jumlahnya
sangat besar. Pertanyaan ini dapat dipecahkan setelah berada dan hidup di
tengah-tengah masyarakat Belanda. Ternyata bahwa faktor alam dan lingkungan
masyarakat mempengaruhi jiwa manusia
B.
SARAN
Setelah
sekian tahun bangsa ini merdeka, namun sampai kini kita masih
mempunyai problem pada dunia pendidikan. Keadaan bangunan sekolah yang tidak
layak di daerah-daerah, biaya pendidikan yang membumbung tinggi, dan
kesejahteraan pengajar yang kurang diperhatikan mewarnai alam pendidikan kita
dewasa ini. Mudah-mudahan ini dapat menjadi inspirasi bagi kita untuk
menyongsong kehidupan dunia pendidikan yang lebih baik di masa depan dan
pemerintah lebih memperhatikan lagi dunia pendidikan kita.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.kabarindonesia.com
http://pendidikan4sejarah.blogspot.com/2011/05/sejarah-taman-siswa.html
http://aingkumaha.blogspot.com/2008/05/douwes-dekker-sang-pelopor.html
https://www.facebook.com/Tamansiswa.Pamanukan/posts/393818654017616
Demikianlah ulasan dari contoh makalah yang berjudul tentang Usaha-Usaha Yang Dilakukan Rakyat Dalam Dunia Pendidikan Yang Berhaluan Politik. Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.
Demikianlah ulasan dari contoh makalah yang berjudul tentang Usaha-Usaha Yang Dilakukan Rakyat Dalam Dunia Pendidikan Yang Berhaluan Politik. Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.
Terimakasih Sudah Meluangkan Waktu Berkunjung Di Blog Ini 😁
EmoticonEmoticon