Pada kesempatan kali ini kita akan membahas tentang Pengaruh Layanan Bimbingan Dan Konseling Terhadap Gaya Hidup Konsumtif Remaja. Mari sama-sama kita simak ulasannya berikut ini.
Pada era globalisasi
saat ini pendidikan sangat dibutuhkan bagi semua individu guna mendapatkan
informasi, pengetahuan, wawasan, dan keahlian tertentu untuk mengembangkan
bakat, minat, dan kepribadian yang mereka miliki. Dengan pendidikan manusia
mampu mengembangkan pengetahuannya secara luas dan dapat menyiapkan dirinya
untuk menghadapi setiap perubahan yang ada di era globalisasi saat ini. Manusia diharapkan mampu mengembangkan kemampuan teknologi saat ini, karena di
era globalisasi ini banyak teknologi-teknologi canggih dan banyaknya akun serta
aplikasi yang ada di media sosial.
Perkembangan
teknologi yang begitu pesat membuat sebagian masyarakat terbuka terhadap perubahan.
Berbagai macam mode dan trend pakaian, kuliner, musik, gadget, dan perkembangan kosmetik
bermunculan di layar kaca televisi Indonesia dan sebagian masyarakat indonesia
adalah sebagai konsumen. Mengikuti setiap perubahan trend yang baru merupakan gaya hidup yang diminati oleh masyarakat indonesia
terutama para remaja.
Masa
remaja adalah peralihan dari kanak-kanak ke masa dewasa. Di sini remaja sering
merasakan adanya perubahan fisik, sikap, perasaan, dan emosi yang tanpa
disadari oleh dirinya sendiri seperti malu, gembira, marah, senang, sedih, dll.
Masa remaja yang penuh dengan bergejolak dan remaja cenderung pada kondisi
tidak stabil, sehingga remaja mudah terpengaruh oleh lingkungan dan teman sebayanya.
Seperti yang dikemukakan oleh Mappiare (1982) (dalam jurnal
Desiani, Maret:2008) yaitu: “sebagian besar remaja mengalami ketidakstabilan dari waktu ke
waktu sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola perilaku dan
harapan sosial yang baru namun meskipun emosi remaja seringkali sangat kuat dan
tidak terkendali tetapi pada umumnya dari tahun ketahun terjadi perbaikan
perilaku emosional.”
Dengan kondisi remaja yang tidak stabil tersebut, oleh karena itu remaja dapat dengan mudah terpengaruh oleh lingkungannya. Adanaya pengaruh dari teman sebayanya tentu saja dapat menimbukan perilaku positif dan negatif, contohnya dalam gaya hidup yang mereka timbulkan.
Dengan kondisi remaja yang tidak stabil tersebut, oleh karena itu remaja dapat dengan mudah terpengaruh oleh lingkungannya. Adanaya pengaruh dari teman sebayanya tentu saja dapat menimbukan perilaku positif dan negatif, contohnya dalam gaya hidup yang mereka timbulkan.
Para remaja mempunyai kecenderungan
untuk memperlihatkan eksistensi dirinya kepada lingkungan dimana mereka berada.
Oleh karena itu, remaja sering melakukan hal apapun yang dapat membuat dirinya
menonjol dibanding dengan remaja lainnya, salah satunya yaitu dengan berlaku
konsumtif. Gaya hidup konsumtif pada remaja ini masih dapat dikatakan bisa
diterima jika perilakunya dalam batas kewajaran. Hal ini tidak menjadi
persoalan apabila di dukung oleh kematangan finansial.yang menjadi persoalan
adalah ketika perilaku konsumtif ini dilakukan secara terus-menerus dan
berlebihan. Sedangkan ekonomi setiap keluarga juga berbeda-beda, yang memiliki
kematangan finansial dengan mudah dapat mengimbangi teman sebayanya yang
berperilaku konsumtif, sedangkan yang tidak memiliki kematangan finansial
dikeluarganya akan keteteran mengikutinya, terlebih lagi para remaja hanya tahu
meminta uang kepada orang tuanya tidak peduli bagaimana cara orang tuanya
mendapatkan uang yang terpenting baginya hanya menunjang eksistensi dan
penerimaan dirinya pada teman-teman sebayanya.
Terlebih lagi di kota Metro ini
banyak sekali cafe, tempat karaoke, boutique dan tempat nongkrong
yang asyik bermunculan, sehingga para remaja baik laki-laki maupun perempuan
lebih sering menghabiskan waktunya sepulang sekolah dengan berkumpul dan
bermain bersama teman-temannya. Cafe adalah
tempat yang sering dikunjungi oleh remaja. Tak sedikit juga dari remaja
mengikuti mode atau trend pakaian melihat dari majalah online. Mereka lebih senang berbelanja online dan emmesan barang-barang online, namun tak sedikit dari mereka
juga sering berbelanja di swalayan dan
di boutique yang ada di kota Metro.
Meskipun tidak setiap kali mengunjungi cafe,
swalayan, boutique dan tempat perbelanjaan yang lain, namun kegiatan ini
rutin dilakukan setiap remaja dengan teman-teman sebayanya walaupun hanya
sekedar jalan-jalan, jajan, dan nongkrong. Menurut penelitian
The Nielsen Regional Retail Highlights tahun 2011 (kutipan dari skripsi
Farida 2014:4), ramainya kawula muda mengunjungi resto-resto seperti itu karena
konsep tempat dianggap sesuai dengan gaya hidup orang Indonesia, khususnya
ibukota Jakarta. Sementara pengamat sosiologi, Abdul Kholek dalam Arin (dikutip
dari surat kabar online Antara News, Maret 11/2012) (kutipan dari skripsi
Farida 2014:4) menyebutkan: “Ada fenomena yang berkembang dalam
masyarakat dunia ketiga termasuk Indonesia yaitu kecenderungan terjadinya
perubahan gaya hidup akibat dari ekspansi industri pangan yang dimanifestasikan
ke dalam bentuk restoran siap saji. Generasi muda lebih suka makan dan
menghabiskan waktu ke cafe dan resto untuk menyantap makanan-makanan ala Barat
yang siap saji. Hal ini sejalan dengan pendapat George Ritzer bahwa dampak fast-food
sampai pada tataran luas yang begitu mendalam pada berbagai posisi. Ada
rasa yang beda ketika mereka memasuki dan makan di tempat-tempat yang identik
dengan pangan elit. Tidak hanya rasa tetapi mereka membeli pola dan gaya hidup,
agar mereka menjadi orang modern. Inilah efek sampingan dari pencitraan media
melalui iklan-iklan. Masuknya makanan siap saji berimplikasi tidak hanya pada
sektor ekonomi ditandai pada matinya dan terhimpitnya bisnis-bisnis makanan
lokal, tetapi juga mengubah gaya hidup dalam masyarakat di negara berkembang.
Pergeseran dan perubahan gaya hidup berpengaruh cukup signifikan khususnya pada
generasi muda menjadi gaya hidup yang instan, perilaku konsumtif dan juga
konsumerisme.”
Konsumtif
adalah perilaku yang muncul dalam diri manusia untuk membeli barang-barang yang
kurang dibutuhkan secara berlebihan. Pada dasarnya perilaku konsumtif lebih
mendahulukan keinginan bukan memdahulukan keinginan. Raymond (2001) menyatakan: “Kata “konsumtif” (sebagai kata sifat; lihat akhiran
–if) sering diartikan sama dengan kata “konsumerisme”. Padahal kata yang
terakhir ini mengacu pada segala sesuatu yang berhubungan dengan konsumen.
Sedangkan konsumtif lebih khusus menjelaskan keinginan untuk mengkonsumsi
barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk
mencapai kepuasan yang maksimal.”
Bimbingan dan konseling merupakan
salah satu komponen pendidikan. Bimbingan dan konseling adalah proses bantuan
yang diberikan oleh konselor kepada konseli guna memahami dirinya dan
lingkungannya sesuai dengan potensinya dan mampu memecahkan masalahyang sedang
dihadapinya. Bimbingan dan konseling membantu mengatasi bahaya gaya hidup
konsumtif remaja dengan menggunakan layanan bimbingan kelompok.
BACA JUGA:
Demikianlah pembahasan tentang Pengaruh Bimbingan Dan Konseling Dalam Gaya Hidup Konsumtif Remaja.
Apabila ada yang kurang jelas, jangan sungkan untuk mengajukan koemntar kamu di kolom yang sudah disediakan.
Terimakasih Sudah Meluangkan Waktu Berkunjung Di Blog Ini 😁
EmoticonEmoticon