Advokasi Dalam Layanan Bimbingan Dan Konseling

Definisi Advokasi Dalam Bimbingan Dan Konseling

Advokasi itu apa? Mungkin kawan-kawan sudah ada yang tahu tentang arti Advokasi?


Advokasi Dalam Layanan Bimbingan Dan Konseling


Mungkin juga masih ada beberapa yang belum tahu tentang pengertian Advokasi dalam Pelayanan Bimbingan dan Konseling langsung saja simak ulasannya berikut ini:

Sebelum memaparkan lebih jauh tentang Advokasi Dalam Layanan Bimbingan dan Konseling, terlebih dahulu mari kita lihat gagasan tentang pergerakan paradigma bimbingan dan konseling yang disampaikan Carol A. Dahir dan Carolyn B. Stone (Moh. Surya, 2012) dalam tabel di bawah ini:





MASA LALUMASA KINIMASA DEPAN
Layanan konseling sekolah di abad 20: Transformasi konseling sekolah dengan visi baru praktik proaktif:Program konseling yang intensional dan bertujuan, terpadu dengan program pendidikan:
  • Counseling
  • Counsultation
  • Coordination:
  • Counseling
  • Consultation
  • Coordination
  • Leadership
  • Advocacy
  • Teaming and Collaboration
  • Assesment and use of data
  • Technology
  • Counseling
  • Consultation
  • Coordination
  • Leadership
  • Social justice advocacy
  • Teaming and collaboration
  • Assesment and use of data
  • Technology
  • Acountability
  • Cultural mediation
  • Systemic change agent

BACA JUGA :

Pemikiran Carol A. Dahir dan Carolyn B. Stone di atas memberi gambaran bahwa advokasi merupakan bagian penting dari konsep dan praktik layanan bimbingan dan konseling pada masa kini dan pada masa yang akan datang. Berkenaan dengan Advokasi dalam layanan Bimbingan dan Konseling, Fred Bemak mengatakan bahwa: “Advocacy is not an adjunct piece; it’s a core, fundamental piece of any counseling we do with anybody” (Laurie Meyer, 2014).

Sementara itu, Myers, et. al (Christine E. Murray and Amber L. Pope, 2010), mengemukakan bahwa advokasi bagi seorang guru Bimbingan dan konseling/Konselor merupakan “a professional imperative“.


Dalam tulisannya yang berjudul “Advocacy and the Professional School Counselor“, Sue Farran (2014) menyoroti tentang implementasi advokasi bahwa advokasi bukanlah sekedar mengajukan berbagai tuntutan dan “berteriak-teriak tak menentu”, melainkan sebagai upaya berbagi (sharing) peran antara guru Bimbingan dan konseling/konselor dengan para guru, administrator, komite sekolah, dan legislator. Kepada mereka, kita menunjukkan bagaimana kita dapat membantu mereka untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan.


Upaya advokasi membutuhkan pengetahuan dan keterampilan khusus. American Counseling Association (ACA) telah merumuskan domain Kompetensi Advokasi Konselor di Amerika, yang divisualisasikan dalam gambar di bawah ini:
ADVOKASI DALAM LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING
Gambar di atas menunjukkan bahwa ranah kompetensi advokasi konselor mencakup tiga wilayah yang merentang dari tataran mikro sampai dengan tataran makro:

1. Konseli/Peserta didik, terdiri dari: 
        a. Pemberdayaan konseli/peserta didik; dan 
        b. Advokasi konseli/peserta didik.

2. Sekolah/masyarakat, terdiri dari:  

        a. Kolaborasi komunitas dan  
        b. Advokasi sistem.

3. Arena publik, terdiri dari:  

        a. Informasi publik dan 
        b. Advokasi politik/sosial.

Berkaitan dengan kebijakan Bimbingan dan Konseling di Indonesia, dalam Permendikbud nomer 111 tahun 2014 tentang layanan bimbingan dan konseling disebutkan bahwa advokasi adalah layanan bimbingan dan konseling yang dimaksudkan untuk memberi pend*mping*n peserta didik/konseli yang mengalami perlakuan tidak mendidik, diskriminatif, malpraktik, kekerasan, pelecehan, dan tindak kriminal.


Meski dalam Permendikbud No. 111 Tahun 2014 kita hanya mendapatkan informasi yang amat terbatas tentang advokasi, tetapi diharapkan dalam implementasinya, Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor mampu memaknai dan menterjemahkannya lebih jauh lagi. Dalam arti, Guru Bimbingan dan Konseling mampu melaksanakan advokasi pada tataran mikro maupun makro.


Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor seyogyanya mampu:

  1. Memberdayakan peserta didik (konseli) dengan membantu mereka membangun keterampilan advokasi, 
  2. Melakukan upaya negosiasi  yang relevan guna membantu peserta didik (konseli) mengakses sumber daya,
  3. Membangun hubungan kolaboratif dengan lembaga masyarakat yang relevan guna mengatasi berbagai tantangan, 
  4. Melaksanakan gagasan advokasi pada level sistem, 
  5. Mengkomunikasikan informasi yang relevan kepada publik, dan 
  6. Melibatkan diri dalam kegiatan advokasi sosial/politik.
Kesuksesan Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor dalam melaksanakan advokasi, selain memberi dampak terhadap kesejahteraan dan keadilan bagi peserta didik dan lingkungannya, juga dengan sendirinya akan membantu meningkatkan kepercayaan publik terhadap layanan Bimbingan dan Konseling dan sekolah, terhadap profesi Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor secara keseluruhan dan tentu saja terhadap Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor yang bersangkutan, bahwa dirinya adalah seorang yang profesional.

Sumber: konselingindonesia.com

Artikel Terkait

simple ,, toleran ,, gampang menyusaikan keadaan :)

2 Comments

kenapa itu gan zaman smp, dipanggil guru bk ya

Terimakasih Sudah Meluangkan Waktu Berkunjung Di Blog Ini 😁


EmoticonEmoticon

Like this blog? Keep us running by whitelisting this blog in your ad blocker.

This is how to whitelisting this blog in your ad blocker.

Thank you!

×